Saturday, September 13, 2014

Membaca, Menulis dan Berhitung

Usia 6 bulan, Rayhan sudah mulai belajar dengan metode Glenn Dowmann. Waktu itu saya belum tahu bahwa Rayhan autis. Eksresinya normal normal saja, kecuali pola tidurnya yang kadang masih terlalu larut malam untuk seumurnya. Tidurnyapun tak bisa nyenyak, ada suara sedikt saja dia akan terbangun dan marah-marah.

Usia 15 bulan, Rayhan suka bila saya menuliskan alfabet secara berurut di selembar kertas, atau di buku yang biasa digunakan untuk coret coret. Yang berbeda adalah, saya bisa berpuluh-puluh menit menulis A sampai Z sambil menyebut hurufnya. Dalam sekali waktu bisa berpuluh set alfabet saya tuliskan berulang, dan Rayhan minta menuliskan lagi dan lagi. Kalau berhenti dia akan marah dan merajuk.

Usia 18 bulan, belum sepatah katapun Rayhan mampu ucapkan. Rayhan didiagnosa autis oleh dokter.

Usia 24 bulan, perkembangan komunikasi stagnan. Tidak berkembang sama sekali. Tak ada ngoceh kecuali bahasa planet yang kadang keluar, kecuali lengkingan aneh mirip suara lumba-lumba. Meski begitu, semangat belajar angka dan huruf masih terus berlanjut. Sampai saya menghiasi dinding rumah dengan banyak sekali huruf dan angka. Saya membuatnya dari kertas warna mengkilap (lembaran iklan di majalah), menggunting dan menempelkannya berurutan di dinding. Keinginan menulis alfabet di kertas mulai berkurang. Tapi tetap saja Rayhan menyukai segala benda yang ada huruf dan angka berbaris. Tayangan tulisan bergerak di akhir film, iklan di koran, newsletter di berita TV.

Usia 36 bulan, Rayhan mulai verbal, meskipun belum genap sepuluh kata yang dia ucapkan, dengan ucapan yang belum sempurna. Dua minggu sejak dia mulai verbal, langsung hafal huruf A sampai Z, baik secara berurutan ataupun acak. Proses ini agak lama, meski sudah bisa menunjuk huruf yang disebutkan, tapi mengucapkannya beberapa huruf masih harus diperbaiki, mengingat verbalnya baru bisa. Jadi, saya mengawali dengan imitasi benda berawalan huruf m, b, dan p (misalnya mama, papa, pipi, bibi, babi, mata, dsb), jika sudah bagus dilanjutkan dengan konsonan yang lain. Empat minggu berikutnya dia bisa membaca dengan baik kata-kata yang biasa saya ejakan hurufnya (waktu itu saya mengiranya karena dia hafal). Sebulan berikutnya, Rayhan mulai belajar membaca secara terstruktur. Saya tetap memilih metode konvensional untuk mengajarinya.

Tahapan-tahapan yang pernah saya lakukan antara lain:
1. Setelah hafal huruf, berlanjut pada tulisan ba, bi, bu, be, bo (menyebut secara berurut lalu acak, sesudah hafal acak, menyebut dua suku kata berurutan misalnya baba, bibi, bubu, bebe, bobo, dilanjutkan dengan suku kata berbeda bebi, babi, biba, buba dst). Penguatan di awal ini sangat berpengaruh. perlu waktu untuk memahamkan konsep awal. Saya menggunakan tulisan di buku, kartu baca, papan tulis, dan terakhir dengan metode lisan/khayalan, dengan cara mengeja hurufnya dan memintanya membaca tanpa ada tulisan atau huruf visual, hanya audio saja.
2. Berlanjut pada konsonan ca, ci, cu, ce, co dengan pemahaman urutan konsep yang sama dengan tahap sebelumnya. Metodenya juga sama, kartu, tulisan, papan tulis, dan dikuatkan dengan bacaan lisan/hayalan.
3. Penguatan yang sudah dipelajari sebelumnya dengan menggabungkan dua suku kata B dan C misalnya baca, beca, cabe, bica.
4. Dilanjutkan konsonan berikutnya. Bila bertambah banyak mulai diberikan kata-kata yang tidak abstrak, melainkan kata-kata yang sudah dikenal bendanya dengan baik. Misalnya: buku, mama, papa, raka, rayi, kuku, labu, dll.
5. Pada tahap mulai memahami konsep saat cacicuceco, mulai diajarkan menulis, dimulai dengan tahapan garis lurus horisontal, vertikal, miring, dan lengkung, lingkaran, segitiga, segiempat. Di awal dengan bantuan dot to dot (garis putus-putus), lalu selanjtunya tanpa bantuan dot to dot.
6. Proses menulis ini sangat membantu memori, karena anak tidak hanya belajar dari apa yang didengar, tapi juga yang dilihat, dan dilakukan oleh tangannya. Jadi harus disesuaikan dengan kemampuan membaca yang sudah dikuasai. Misalnya pada tahap awal huruf vokal a, i, u, e, o. Lalu alfabet A sampai Z, lalu ba bi bu be bo (satu suku kata dilanjutkan dua suku kata), dan seterusnya.
7. Proses setiap anak tidak sama, tiak bisa ditentukan oleh usia, melainkan oleh kemampuannya.
8. Di sela-sela tahapan ini, bisa diselingi dengan kemampuan berhitung, dimulai dengan konsep angka 1 sampai 5, lalu dilanjutkan sampai 10. Dengan cara yang sama, bisa dengan kartu dan tulisan, lalu dengan kemampuan lisan. Juga sekaligus dengan kemampuan menulis, dan berhitung himpunan.
9. Proses dikte kata-kata yang sudah dikuasai sangat membantu, juga dikte huruf dan angka.
10.Untuk beberapa anak yang kesulitan verbal, tidak menutup kemungkinan tetap bisa diajarkan membaca, menulis dan berhitung. Membacanya bisa dengan melabel atau menunjuk. Menulisnya bisa dikembangkan lebih banyak.

Ini pengalaman saya lho... bisa jadi setiap anak cocok dengan metode yang berbeda. Sayapun bukan ahli bahasa dan ahli pendidikan. Ilmu yang saya pelajari di kuliah jauh dari ilmu pendidikan, psikologi, ataupun ilmu anak, saya belajar peternakan. Tapi sungguh, pengalaman menjadi guru yang sangat berharga bagi saya. Saya harus banyak berterimakasih pada Allah karena menitipkan Rayhan sebagai sumber ilmu saya.