Tuesday, November 12, 2013

Kebun Hijau Inspirasi Rayhan

Saya  menyebutnya Inspirasi Rayhan... karena memang Rayhan lah yang punya ide untuk menanam. Desember tahun 2012 lalu, Rayhan minta pohon cabe. Maka saya mengajaknya mencari beberapa cabe busuk di kulkas untuk disemai. Lalu saat kami ajak ke supermarket, Rayhan berdiri terdiam di depan bagian buah stroberi. "Rayhan mau?" tanya saya... Takjubnya dia menjawab "ditanam".
Maka saya pun menjelaskan bahwa tanaman stroberi bisa dibeli di toko tanaman. Maka, hari itu kami pulang dengan empat polibag kecil berisi bibit stroberi. Setelah itu,kami mulai menanam yang lain. tomat, sawi, bawang merah, kenikir, kangkung, semangka. Maka, kami pun jadi memiliki sebuah kebun kecil berisi aneka tanaman.
Sampai saat ini, hampir setahun kami masih memiliki puluhan polibag stroberi. Padahal entah berapa puluh yang lainnya sudah kami berikan kepada teman sebagai hadiah. Juga entah sudah berapa buah stroberi yang kami petik, berikat-ikat sawi yang sudah kami panen, juga kenikir dan daun pepaya.
Setiap liburan, kami menyempatkan bersama-sama berkebun, mencabut rumput, menyiram, menyemai, atau memanen. Bahkan kami sering piknik menggelar tikar di rerumputan, disamping tanaman stroberi sambil membawa bekal makanan.
Sebenarnya, saya mengajarkan Rayhan tentang pelajaran IPA. Mulai dari menanam biji, bertunas, disiram, diberi pupuk, berbunga, berbuah. Rayhan juga mampu mengidentifikasi tanaman apa saja dengan membedakan bentuk daunnya. Dari kebun ini juga, saya mulai mengenal komunitas Malang Berkebun dan Indonesia Berkebun. Jadi tambah ilmu, tambah teman, tambah hijau.
Anda mau bibit stroberi atau yanglain? Silahkan datang ke rumah. Gratis sebagai hadiah.

Hhhmm... memang hijau itu segar






Deg-degan menunggu Raka berkomunikasi verbal

Jujur sejujur-jujurnya... Saya agak deg-degan dengan kondisi Raka saat ini. Hampir menginjak usia 4 tahun, dan Raka belum berkomunikasi secara verbal. Komunikasinya masih sebatas menarik tangan, mengambil sesuatu, menangis atau merengek. Bila Raka ingin pergi, maka ia akanmengambil sepatu dan jaket. Bila ingin sesuatu yang tidak dapat dia ucapkan, dia akan menarik tangan orang di dekatnya ke arah benda yang diinginkan. Atau kadang dia menangis atau merengek-rengek saja. Meskipun saya tahu apa yang diinginkannya, kadang saya membiarkannya menangis atau merengek sambil berusaha bertanya secara verbal apa yang diinginkannya.
Terapi??
Raka sudah terapi sejak usia dua tahun. Berdasarkan pengalaman Rayhan, dulu saya stimulus dan drilling verbalnya baru perilaku dan sosial. Hasilnya... ? Rayhan sampai saat ini masih ada perilaku dan sosialnya yang lemah. Padahal menurut urutan terapi, seharusnya perilaku dan sosial dulu baru komunikasi verbal. Maka tahapan yang seharusnya inilah yangsaya terapkan pada Raka. Hasilnya? Perilaku Raka cukup bagus dan tenang. Tidak ada tantrum, flapping, impulsif, agresif, dan mau sabar menunggu. Dalam hal sosial, Raka bisa bergabung bercanda dengan anak seusianya termasuk dengan Rayhan dan Rayi.
Berbeda dengan Rayhan yang terobsesi dengan benda-benda elektronik (HP, ATM, laptop, Tablet, ipad), Raka cenderung terobsesi dengan benda-benda yang beraroma wangi seperti lotion, sabun mandi, sampo, minyak kayu putih, parfum dll. Benda-benda tersebut diciumi dan dioleskan berulang-ulang ke tubuhnya.
Hanya tinggal verbalnya yang harus segera kami kejar sebelum usia enam tahun. Bila lewat usia enam tahun, maka kemungkinannya semakin berkurang.. ah... ganti kalimatnya. Sebelum usia enam tahun Raka harus sudah mampu komunikasi verbal. Aamiin. Beberapa kata dengan spontan sudah mampu ia ucapkan, seperti iya, dada, didi, papa.. tapi sepertinya Raka belum tahu arti kata yangia ucapkan.
Langkah apa yang kami tempuh.. ? Terapi setiap hari tetap berjalan.
1. Meniup
Raka harus terus berlatih pernafasan dengan meniup dan menarik nafas. Mulai meniup sobekan kertas, meniup balon sabun, peluit, lilin. Semua sudah mampu dilakukannya dengan baik, baik posisi mulut, bentuk mencucu bibir, udara yang keluar, pernafasan dan kekuatan udara yang keluar. Hanya harmonika yang belum mampu dilakukannya. Beberapa kali keluar kata "huuu..." saat dia meniup.
2. Berdecak
Raka sudah mampu berdecak seperti suara cicak. Tetapi geraqkan decakan yang lain, menghentakkan gigi atas-bawah belum mampu ditiru dengan baik.
3. Berkumur.
Raka mampu berkumur saat dia minum. Air minum ditahannya di dalam mulut dan dimainkan seperti kumur-kumur baru ditelan. Kalau dimuntahkan lagi dia menolak.
4. Bubbling
Raka sering mengucap kata-kata spontan seperti anak usia 8 bulan: dididididi... dadadadada.... papapapapa

Teman-teman.. bantu doa ya....

Report survey SD inklusi Bag I

Semoga share tentang hasil survey saya ke beberapa sekolah inklusi di Malang bisa memberikan informasi bagi orangtua yang membutuhkan..
Hari itu, saya meluncur ke lokasi tujuan pertama dan utama. Sebelumnya saya sudah mencari informasi tentang sekolah dasar mana saja yang bisa menerima ABK. Saya mengutamakan SD Negeri dulu dibandingkan SD Swasta.
Informasi berharga yang saya dapatkan saat survei adalah, program dari Pemkot Malang agar semua sekolah bisa menerima ABK di sekolah manapun di lingkungan Kota Malang.

1. SD Sumbersari I
MEnurut beberapa informasi, SD Sumbersari I sudah lama dan berpengalaman dalam penanganan siswa ABK. Saya bertemu dengan ibu Kepala Sekolah langsung, yang saat saya kesana beliau sedang di ruangan kerjanya, membaca Al-Qur'an dengan suara lirih. Saya sampaikan maksud saya, untuk mencari informasi tentang SD Inklusi. Beliau menjelaskan pada saya tentang SD Inklusi. Lalu bertanya dimana tempat tinggal kami. Saat saya sebutkan kami tinggal di Sengkaling, beliau menyarankan untuk mencari sekolah yang jaraknya lebih dekat dengan rumah kami. Beliau juga yang menjelaskan tentang program dari Diknas, bahwa di Kota Malang, semua sekolah wajib memfasilitasi ABK yang mendaftar sekolah. Tentu saja dengan pertimbangan kuota dalam kelas supaya tidak terlalu banyak, dan disesuaikan dengan kemampuan Guru Pendamping Khusus yang ada di sekolah. Sayang sekali saat itu saya tidak sempat bertanya tentang kemajuan ABK yang sudah ada, sistem pengajaran, dan fasilitas yang tersedia.

2. SD Sumbersari III.
Saat saya berkunjung kesana, Kepala Sekolah kebetulan sedang tidak ada di tempat, maka saya diterima bagian TU yang kebetulan berada satu ruang dengan Kepala Sekolah. Sama seperti sekolah lainnya. SD Sumbersari III menerapkan jumlah kuota ABK dalam satu kelas, disesuaikan kemampuan guru kelas. Sayangnya, saat ini tahun 2013 Guru Pendamping Khusus tidak ada yang bisa membantu. Sistem pengajaran siswa ABK dicampur dengan siswa reguler, tetapi target dan kurikulum disesuaikan dengan hasil asesmen dan kemampuan siswa. Meskipun saya tidak bisa bertemu dengan Kepala Sekolah, tapi saya diterima dengan baik dan dijelaskan semua pertanyaan saya oleh bagian TU.

3. SD Ketawang Gedhe 1
Saat saya berkunjung, Kepala Sekolah sedang ada pertemuan, jadi saya dipertemukan dengan salah satu guru yang merupakan wali kelas 1. Saya disambut dengan baik saat saya sampaikan tujuan saya kesana. Bahkan, saya dikenalkan dengan salah satu siswa yang masuk katgori kurang konsentrasi. Lalu saya disarankan menemui guru lain di ruang perpustakaan, yang terbiasa menangani siswa ABK. Guru Pendamping Khusus (GPK)kah? Bukan. Ternyata di SD Ketawang Gedhe ini saat ini juga sedang tidak memiliki GPK, tetapi ada satu guru yang ditugaskan menangani ABK secara khusus. ABK secara bergiliran 2 x seminggu belajar secara terpisah di ruang khusus. Kelas kecil ini diharapkan mampu meningkatkan pemahaman siswa. Selebihnya siswa belajar di kelas masing-masing. Sarana-prasarana pendukung ada beberapa mainan edukatif dalam ruangan itu.

4. SD Merjosari
Saya lupa, SD MErjosari 1 atau 2 yang saya kunjungi. Karena dua sekolah ini tempatnya berhadapan. Saya diterima oleh seorang guru di ruangan kantor. Dijelaskan tentang ABK yang sistem belajarnya sepenuhnya digabung dengan siswa reguler. Beliau menyarankan saya, untuk mencari sekolah dengan jumlah murid dalam kelas lebih sedikit, karena jika siswa terlalu banyak, maka kemampuan konsentrasi ABK biasanya terganggu. Saya harus berterimakasih pada ibu guru ini, karena diingatkan akan hal tersebut. Padahal sebelumnya saya tidak begitu mempertimbangkan jumlah siswa dalam kelas. Di sekolah ini saat ini ada beberapa siswa ABK. Sayangnya, lagi-lagi GPK tidak ada. Padahal adanya GPK menjadi pertimbangan saya.

5. SD Merjosari 3 dan 4
Di SD Merjosari 3 dan 4, saya diterima baik. Pihak sekolah menerima jika tahun depan anak saya bersekolah disana. Anak Berkebutuhan Khusus akan belajar dicampur dengan siswa lain setiap harinya di dalam kelas reguler. Tahun ini, Guru Pendamping Khusus di kedua sekolah ini tidak ada, meskipun ada siswa ABK disana. Tahun depan, pihak sekolah belum tahu ada tidaknya GPK di sekolah tersebut. Dari segi lingkungan, saya jatuh cinta dengan SD Merjosari 4. Letak sekolah yang dikelilingi persawahan membuat sekolah terasa sejuk, bukan di pinggir jalan raya, cocok untuk ABK.

6. SD Merjosari 5
Saya kebetulan tidak bertemu dengan Kepala Sekolah, dan diminta datang lagi lain waktu oleh salah seorang guru. Tapi, saya berhasil mendapatkan informasi tentang jumlah murid di dalam kelas yang menurut saya terlalu banyak untuk Rayhan atau ABK.

7. SD Dinoyo III
Saya bertemu langsung dengan Kepala Sekolah. Di sekolah ini saat ini tidak ada siswa ABK, maka GPK pun tidak ada.

8. SDLB River Kid
Saya bertemu dengan salah satu guru disana yang kebetulan kakak kelas saya sewaktu SMU di Madiun. Kami banyak ngobrol, terutama tentang kurikulum individu bagi tiap siswa. Hmmm... sebenarnya saya suka ini. Rayhan perlu kurikulum khusus, tidak hanya akademik, tapi juga bidang lain seperti ketrampilah, ruhani, bantu diri, dll. Peritimbangan saya hanya satu. Siswanya terlalu omogen untuk Rayhan. Dia butuh bantuan dari teman yang non ABK. Teman saya menyerahkan keputusan pada saya dan suami, tapi menyarankan apabila memang Rayhan mampu di kelas inklusi, maka kelas inklusi terbaik buat Rayhan.

9. SD Tlekung 1 Kota Batu
Lokasi SD Tlekung 1 di lereng gunung, jauh dari jalan raya. Saya butuh sekitar 20 menit perjalanan dengan motor. Tanpa macet tentunya, karena jalan aspal menuju kesana bukan jalur utama kota. Saya diterima oleh Kepala Sekolah. Saat saya datangkebetulan disana sedang ada empat mahasiswi PGSD yang diterima Kepala Sekolah. Saya ikut mendengarkan penjelasan Kepsek kepada empat mahasiswi tersebut. Sistem pengajaran inklusi ada waktu yang digabung siswa ABK dan non ABK, serta ada waktu pembelajaran khusus. Ada tiga GPK di sekolah ini. Seorang GPK maksimal mendampingi dua siswa ABK. Fasilitas yang tersedia untuk ABK ada mainan edukatif, trampolin, sepeda statis, kursi roda, TV untuk pembelajaran audio. Juga ada ruang kelas khusus untuk siswa ABK. Sungguh, saya jatuh cinta pada sekolah ini. Meskipun di pelosok, jauh dari keramaian, sebagian besar siswa dari kalangan menengah ke bawah tapi semangat dan penerimaan mereka luar biasa. Beliau juga menyarankan semua siswa ABK tetap ikut kelas terapi di luar jam sekolah di pusat-pusat terapi di sekitar Malang. Sepertinya sekolah ini pas dengan keinginan kami.

Ada dua SD yang sengaja tidak saya survei meskipun jaraknya cukup dekat dengan tempat tinggal kami. Pertimbangan kami adalah okasi kedua sekolah itu berada di tepi jalan raya utama.

Bagaimanapun, saya akan terus berkeliling untuk survei SD inklusi untuk Rayhan, baik negeri ataupun swasta. Tentu saja jarak, biaya, sistem pengajaran, GPK, jam belajar... menjadi pertimbangan kami untuk memutuskan. Tapi tetap bagaimanapun, saya akan membawa Rayhan sebelum mengetuk palu masuk SD mana. Bila Rayhan sekali dua kali kami ajak berkunjung dan merasa cocok, maka kami lanjutkan. Bila tidak, kami akan mencari sekolah lainnya.




Saturday, November 2, 2013

Saya hanya IBU

"Waaah... ibu benar-benar sabar ya sama anak-anak.. telaten ngajari..."
Setiap kali bertemu orang lain dan mengatakan hal tersebut. Rasa hati saya berdesir. Benarkah saya ibu yang benar-benar sabar? Ibu yang benar-benar telaten mengajari dan mendampingi anak-anak saya. Anak-anak yang dua diantara mereka penyandang autis?

Padahal kenyataannya tidak selalu demikian. Saya tetap ibu seperti umumnya ibu yang lain. Manusia biasa.
Saat awal-awal diagnosa autis pada Rayhan dulu. Saya sempat memiliki perasaan belum bisa terima bahwa Rayhan autis. Saya sering bertanya pada diri saya sendiri.. Nak kenapa engkau dititipkan padaku? Saya juga pernah menggeretakkan gigi gemas saat berulang-ulang kata atau perintah yang saya ucapkan untuk melatih Rayhan tidak diresponnya, atau direspon tidak semestinya. Atau saat berulang kali rayhan BAB masih di celana tanpa bilang. Maka disaat tertentu keluarlah keluh kesah dari mulut saya.. "Duuuh mas.. berapa kali mama bilang, kalau eek di WC, kalau eek bilang..." Lalu saya memakaikan baju yang tidak dia sukai sebagai hukuman selama 5 menit. Rayhan pun hanya bisa menangis, dan menjawab "di WC.. di WC.. di WC..." seolah minta maaf tentang kesalahannya. Hal yang seharusnya bisa saya tahan, bisa saya redam untuk tidak meledak.
Bahkan... beberapa kali, saya tidak bisa menahan jempol dan telunjuk untuk menyubit. Entah mengapa... dari semua bentuk hukuman, jempol dan telunjuk saya ini paling sulit untuk ditahan. Saya menyadari, apa yang saya lakukan dengan kedua jari saya tersebut (menyubit).. adalah salah. --dulu, saat saya kecil, saya paling sering dicubit sampai gosong-gosong. Lalu baru saat ini saya menyadari, bentuk tidak terima saya waktu itu, bentuk TRAUMA dan kemarahan saya karena cubitan itu, terbawa sampai sekarang. Membentuk bentuk reaksi saya pada hal-hal yang membuat saya marah.--
Saat perasaan hati saya sedang tidak nyaman, saya menahannya. Maka, anak-anak biasanya menjadi korban. Saya cuek dengan mereka, atau saya biarkan mereka bermain sendiri selama sejam dua jam.
Atau bahkan, rengekan mereka saya balas dengan bentakan dan nada tinggi. Meskipun yang saya ucapkan "ASTAGHFIRULLAAAAAH".. tapi bukan sebagai bentuk mohon pengampunan, tapi sebagai bentuk kemarahan. Maka, kadang anak-anak juga melakukan hal yang sama..begitu saya menyebut istighfar, mereka merespon bahwa mereka baru saja melakukan sebuah kesalahan -menurut saya-

Nah kan... ?? Apakah saya masih disebut ibu yang sangat penyabar dan telaten... ??
Berulang kali, puluhan kali.. saya mengucap maaf, memeluk mereka, atau mengucap terimakasih pada mereka dengan senyuman dan tatapan mata kasih.
Pada beberapa kejadian saat saya tidak mampu menahan emosi jiwa, Rayhan dan Rayi yang  mengingatkan saya untuk meminta maaf pada mereka... oohh Nak.. maafkan mama

Saya tidak ingin seperti itu.
Saya sempurna.
Saya terus menerus sabar.
Saya ibu yang tanpa cacat.
Tanpa salah.
Tanpa bentakan.
Tanpa cubitan.
Tanpa amarah.
Selalu tersenyum.
Bisakah seorang ibu, seorang bapak seperti itu?

Saya pun ingin anak-anak selalu sempurna tanpa cela,
Selalu patuh.
Tidak nakal sekalipun.
Selalu manis tanpa tangis.
Selalu ramah tanpa amarah.
Tanpa jeritan.
Bisakah seorang anak seperti itu?

Saya hanya ibu, yang berusaha menjadi sempurna tanpa cela. Saya tidak akan pernah berhenti berusaha.
Saya akan terus mendampingi kalian dalam sehat dan sakit.
Saya ibu yang tidak bisa menjamin akan terus tersenyum padamu, tapi saya menjamin bahwa saya akan TERUS MELAKUKAN HAL-HAL KECINTAAN dan KASIH SAYANG pada kalian.
Bukan karena kewajiban ibu pada anaknya, tapi karena CINTA yang Allah rahmatkan insyaAllah tidak akan pernah habis.