Saturday, June 28, 2014

Kenapa saya ngotot supaya Rayhan bisa naik sepeda?

Mungkin yang saya lakukan tidak benar. Tapi saya sungguh tidak memaksanya. Hanya menghimbau, dan mengajaknya saja, memotivasi supaya Rayhan BISA naik sepeda. Tanpa peduli dia suka naik sepeda, yang penting Rayhan tidak terpaksa melakukannya.
Sepeda merah ukuran kecil ini sudah dimilikinya sejak usia tiga tahun. Roda dua dengan dua roda kecil tambahan di bagian belakangnya. Sebelumnya, Rayhan memiliki sepeda roda tiga. Tentu lebih mudah baginya naik sepeda yang sudah seimbang dan tidak perlu repot menyeimbangkan diri. Hanya perlu kayuhan kaki dan liukan tangan menyetir kanan-kiri. Ternyata, tidak selalu begitu. Otot-otot kaki Rayhan tidak sekuat yang saya kira. Dia lebih suka naik sepeda dengan mengayuh pelan dan ogah-ogahan. Sampai saya harus memancingnya dengan berdiri di jarak tertentu, sambil membentangkan pita garis finish, dan membawa piala.
Satu... dua... tiga... goooo... !! kayuh.. kayuh... kayuh.. (rasanya seperti menunggu siput berjalan pelan)... di garis finish pun saya harus menyorakinya sebagai juara dan menyerahkan piala kejuaraan.
Ah.. raut muka Rayhan biasa saja. Tidak terlalu excited.. Nggak lebay... dengan keberhasilannya mencapai garis finish.
Semakin hari.. kayuhannya juga masih begitu saja.. nggak greget (memang bukan tukang becak mama... !!). Sampai saya semakin merasa, begitu banyak hal yang bisa dipelajari dari sebuah sepeda roda dua. KESEIMBANGAN, KEKUATAN, dan KONSENTRASI. Maka... saya bertekad, Rayhan harus bisa naik sepeda roda dua, bukan roda tiga atau roda empat.
Dibantu seorang terapis yang biasa datang ke rumah untuk Rayhan. Maka, saya bicarakan bahwa sebulan ini, tidak ada kelas dalam ruangan bagi Rayhan. Bulan ini, Rayhan full belajar di luar kelas, yaitu naik sepeda.

Latihan hari I.
Rayhan mengayuh dengan ogah-ogahan, meskipun dia suka karena diajak ke lapangan masjid untuk belajar sepeda. Bu guru masih memegangi sadel belakang supaya seimbang. Apa yang terjadi? Rayhan seribg menoleh ke belakang, kadang di sela kayuhannya tiba-tiba berhenti dan menggaruk beralasan gatal di kaki, di punggung.. di tangan.. gatal semua... 

Latihan hari II.
Bagian menggaruk dan menoleh kanan kiri belakang masih berlanjut. Tapi Rayhan mulai bisa menguasai kayuhan kakinya. Apa lagi yang terjadi? Dia suka ketawa ketawa dan ketawa.. yang membuatnya oleng kanan kiri.

Latihan hari IV
Kami berfikir keras supaya Rayhan bisa mengayuh lebih cepat, karena dengan begitu keseimbangan sepeda lebih bertahan lama. DIDORONG sedikit saat mengayuh. Apa yang terjadi? Saat di dorong, sontak Rayhan langsung berhenti dengan menurunkan kakinya.

Latihan hari V
Latihan berikutnya kami terpaksa menggunakan jurus rahasia. Hadiah beli minuman dengan syarat Rayhan bisa mengayuh sampai lima hitungan. Pada awalnya masih dipegangi, lalu sepedanya agak didorong dan Rayhan harus mempertahankan laju sepeda dengan mengayuh sampai lima hitungan. Kami meminta Rayhan menghitung setiap kayuhan kakinya.. AHA... Berhasil... !! Kami bersorak gembira... tapi tetap saja Rayhan biasa saja, bersikap cool dan senang secukupnya saja.
Latihan berikutnya, kami menambah jumlah hitungan kayuhan kaki Rayhan, jadi sepuluh hitungan, lima belas, dua puluh dan sampai tigapuluh. BERHASIL. Meskipun di awal naik, kami masih harus memegangi dna mendorongnya sedikit. Berikutnya kami masih harus melatihnya mengendalikan setir, dan memulai kayuhan awal bersepeda.


TOILET TRAINING

Saya ternyata harus membahas tentang toilet training secara khusus, karena beberapa orangtua yang saya temui, baik yang memiliki Anak Kebutuhan Khusus (ABK) ataupun tidak, lebih memilih zona aman yang tidak repot tentang toilet training, yaitu DIAPERS alias POPOK sekali pakai.

Sebegitu pentingnya kah? IYA
Apakah lebih penting daripada belajar membaca menulis dan berhitung? IYA
Apakah lebih penting daripada komunikasi verbal? IYA (bagi anak yang memerlukan perhatian dalam hal komunikasi)
Hhhhmmmm...
Toilet training, sangat berkaitan dengan kegiatan yang bersifat sangat pribadi, sangat personal. Siapa yang berhak dan berkewajiban dalam hal ini ? Orangtuanya. Hanya orangtuanya, bukan pengasuhnya, atau saudaranya, atau pamannya, apalagi gurunya. Kenapa begitu? Karena resikonya akan sangat besar saat urusan pribadi ini dipercayakan dan ditangani atau dibantu oleh orang lain. Anda pasti tahu, bahwa kasus kekerasan seksual pada anak, sebagian besar dilakukan oleh orang dekat atau orang yang dikenalnya. Jadi, dengan alasan itu, maka toilet training sangat penting disiapkan sedini mungkin.

Kapan dimulainya? Sedini mungkin. Bahkan sejak bayi. Benarkah? Bagaimana caranya?
1. Lepaskan DIAPERS. Jauhkan pemakaian diapers.
Saat bayi, anak akan menangis saat mengompol atau buang air besar. Itulah toilet training paling awal, yaitu anak merasa tidak nyaman dengan aktifitas ini. Tapi... bila bayi dipakaikan diapers, apa yang terjadi? Bayi akan merasa nyaman meskipun mengompol atau buang air besar. Ah... aku bisa kapanpun, dimanapun... tanpa risih, tanpa merasa tak nyaman, tanpa harus dibangunkan untuk langsung diiganti. Jadi, minimalkan memakai diapers. Pakaikan diapers hanya saat bepergian saja. Memang lebih repot, tapi kita bisa menyiasatinya dengan memakaikan kain tambahan sebagai pelapis di dalam popok/celana, supaya anak tetap merasa risih saat mengompol. Kalau rasa nyaman pakai diapers ini berlangsung sampai usia diatas setahun.. dua tahun.. akan semakin sulit melatihnya kelak.

2. Kalau sudah risih... apa yang dilakukan berikutnya?
Biasakan mengajaknya pipis saat SEBELUM dan SESUDAH. Sebelum bepergian dan sesudah bepergian, sebelum tidur dan sesudah tidur. Masih bayipun bisa kok. Ajak ke kamar mandi dengan dibopong, dan katakan "pipis". Tunggu beberapa menit jika tidak langsung pipis. Kalaupun anak belum ingin pipis. tetap lakukan hal yang sama, nanti dia akan faham apa maksud ibunya mengajak pipis ke kamar mandi. Begitupun untuk latihan BAB. Awali dengan mengajaknya ke kamar mandi dengan dibopong saat terlihat anak akan BAB. Kalau anak belum nyaman, bisa menggunakan kloset tiruan dalam bentuk plastik.

3. Lakukan jadwal pipis ke kamar mandi, dan ingat siklus BABnya
Buat jadwal pipis ke kamar mandi. Awali dengan jadwal tiap SETENGAH JAM ajak pipis ke kamar mandi. Ingin pipis ataupun tidak, tetap ajak ke kamar mandi untuk pipis. Jangan dipaksa untuk bisa pipis, tapi ajak saja dan posisikan anak untuk melakukan buang air kecil. Setelah setengah jam mulai berhasil, tambah jedanya menjadi tiap SATU JAM. Lakukan kegiatan dengan jadwal yang sama. Lalu setiap DUA JAM.. atau orangtua bisa mengatur sendiri jedanya secara bertahap.
Bagaimana dengan BABnya? Di awal latihan, catat kapan saja anak BAB, jam berapa saja dalam sehari. Biasanya, siklus BAB ini akan rutin sama hampir setiap harinya. Kalaupun ada perbedaan waktu tidak akan banyak. Dengan mengenali waktu BAB, maka orangtua bisa menyiapkan diri di sekitar jadwal anak BAB. Misalnya, tidak mengajaknya keluar rumah saat sekitar jadwal tersebut. Menanyakan pada anak bila ada tanda-tanda anak ingin BAB, misalnya buang angin, merasa gelisah dengan wajah yang agak tegang. Atau untuk anak yang belum komunikasi verbal, ajak dia untuk BAB di kamar mandi.

4. Konsisten.
Orangtua harus konsisten dengan latihan ke anak. Kalau tidak, akan menyebabkan anak kesulitan segera bisa mandiri melakukan aktifitas toilet. Konsisten dengan cara latihan sejak masuk kamar mandi, membersihkan diri, menyiram, dan mencuci tangan.

Bagaimana dengan ABK?
Sama saja. Persis.
Anak autis ada yang bisa komunikasi verbal, dan ada yang tidak verbal. Keduanya sama. Justru lebih mudah melakukan latihan toilet pada anak autis dibandingkan anak non autis. Apa kuncinya? POLA dan KONSISTEN (selain tiga poin di atas). Itu saja. Anak autis perlu dipolakan untuk BAK dan BAB di kamar mandi. Polakan latihan dengan urutan dan cara yang sama, dengan kata-kata yang sama, setiap waktu BAK dan BAB. Jadwal juga dipolakan dengan sama. Sebelum dan sesudah tidur, sebelum dan sesudah bepergian, setiap satu atau dua jam sekali, atau pola jadwal yang orangtua tentukan. Untuk memudahkan, bisa menggunakan cerita bergambar sebagai urutan BAK dan BAB. Kesulitan menggambar? Pakai model kakak/adik/anak tsb lalu foto dan cetak. Kalau perlu tempel gambar urutan BAK dan BAB di depan pintu kamar mandi.
KONSISTEN dengan pola yang diterapkan, baik urutan, cara, ucapan, jadwal, ataupun apa konsekuensi jika anak mengompol. Orangtua bisa memberi konsekuensi jika nak tidak BAK atau BAB di kamar mandi, misalnya mengurangi jam main, mengingatkan dimana tempat BAK dan BAB, atau menunjukkan gambar anak mengompol yang disilang.

Bagaimana dulu saya melatih Rayhan, Raka dan Rayi. Sama persis, hanya saja saya belum menyadari bahwa apa yang saya lakukan menggunakan prinsip pola dan konsisten. Bahkan, saya melatih Rayhan untuk menyiram lantai/kloset dengan hitungan jumlah berapa gayung yang harus disiramkan supaya bersih. Memang masih terus perlu dibenahi, mengingat usia anak-anak saya yang belum sampai tujuh tahun. Tapi saya bertekad, bahwa saat anak saya masuk sekolah, mereka sudah tidak mengompol atau pakai diapers lagi. Mereka sudah bisa BAK dan BAB di kamar mandi, meskipun memang harus didampingi orang dewasa yang dipercaya.
Kalau tidak segera... kapan lagi? Masih ingin melihat anak kita usia sampai tujuh atau delapan tahun pakai diapers?

Wednesday, June 18, 2014

Desain Rumah dan Ruang Minimalis untuk Anak Kebutuhan Khusus

Rumah kami minimalis. Isi rumah pun juga minimalis. Bukan tanpa maksud, tapi memang kami bertujuan anak-anak bisa bermain lebih bebas, tanpa banyak terhalang oleh perabot dan pernik-pernik. Lemari, Kasur, tempat tidur, meja, rak... semua ditata dengan posisi minggir semua mepet tembok, sehingga ada ruang luas di tengah. Susunan rak pun, kami tata sehingga meminimalkan anak-anak untuk bisa memanjatnya. Lemari selalu terkunci, juga pintu ke arah dapur. Semua barang berbahaya dan butuh pengawasan seperti gunting, steples, pisau, lem, kosmetik, parfum, lotion dan banyak lagi... ditempatkan di laci berkunci. Di kamar mandi, hanya sabun batang yang bisa dijangkau anak-anak. Benda lainnya seperti cairan pembersih, sampo, sabun cair diletakkan di rak bagian atas. Desain teralis dan pagar juga kami buat memanjang sehingga anak-anak tidak bisa memanjatnya sampai atas. Colokan listrik semua berada di jangkauan orang dewasa, juga tidak banyak kabel berseliweran di dalam rumah.
Bagi Rayhan, tidak lagi ada halangan sebenarnya. Dia sudah tahu mana benda yang berbahaya dan mana yang bukan. Dia sudah bisa membuka kunci dan mengunci pintu sendiri, ke dapur, menancapkan charger, menyalakan lampu dan lain-lain. Satu benda yang tidak pernah dia gunakan sendiri, kompor gas. Rayhan kebetulan bukan tipe anak penyandang autis yang gemar memanjat, tapi gemar bereksplorasi. Rasa ingin tahu dan mencoba. Jadi selama ini, dia aman dari benda tinggi. Tetapi, kadang jalannya masih belum fokus bila sedang panik atau marah, sehingga sering menabrak kaki meja, daun pintu, atau mainan yang ada di lantai. Makanya kami mengkondisikan sedikit mungkin perabot di dalam rumah. Bahkan kami tidak punya kursi. Anda harus duduk di karpet jika bertamu ke rumah. Meja belajarpun dalam bentuk meja lipat yang hanya digunakan saat belajar saja, selebihnya dilipat di kolong tempat tidur.
Bagi Raka... widiiiyyyy... Raka hobi sekali panjat tebing. Semua benda dipanjat. Teralis jendela, lemari, rak, meja, kursi, akuarium, bak mandi, kloset... Meski sudah sedikit perabot kami, tetap harus mengawasinya jika sedang melek. Kalau sedang butuh ME TIME seperti nonton berita, ngetik, internet dan lain-lain, yang saya lakukan adalah mempersempit ruang geraknya. Pintu dapur kunci, pintu depan tuutp, pintu kamar kunci, pintu kamar mandi tutup. Maka, kami berada di ruang tamu saja selama beberapa puluh menit. Minum tersedia sehingga tidak perlu ke dapur untuk ambil minum. Kondisi anak-anak harus sudah makan saat saya akan beraktifitas. Mereka bisa main apa saja... buku, lego.. boneka ataupun ngemil makanan kecil. Tidak terlalu lama... paling lama sejam, karena mereka akan bosan. Jika Raka sudah mulai memanjat.. saya hanya perlu memanggilanya.. Raka hayooo turun... !! Saya bisa melakukannya bahkan dengan mata tetap ke arah monitor dan jari tetap mengetik.
Meletakkan benda seperti rak yang tidak terlalu tinggi... bisa ditata supaya tidak menyerupai anak tangga. dari pendek ke yang tinggi... Melainkan ditata dengan benda yang pendek di tengah, supaya anak tidak dengan mudah memanjatnya.  Hindarkan menempatkan lemari atau rak di dekat jendela, dengan tujuan yang sama. Alat-alat bermain yang tersedia dan mudah dijangkau hanya lego, balok kayu dan buku bacaan saja. Bola, mobil besar, dan sepeda saya letakkan di halaman. Ruangan kami hanya rapi saat pagi hari jam 8, dan sore hari jam 4, selebihnya boleh digunakan untuk bermain bebas.
Halaman luar usahakan ada ruang yang cukup untuk anak bermain. Usahakan ada permukaan tanah yang ditanami rumput atau diletakkan batu kerikil di atasnya. Anda bisa juga mendesain ada area bermain pasir yang bisa ditutup jika tidak digunakan. Ada juga area air, kolam ikan kecil misalnya. Di bagian halaman sebaiknya ada kran tempat cuci tangan dan kaki. 
Bagian dapur, sama seperti yang lainnya. Letakkan pisau di tempat yang agak sulit dijangkau, juga benda lain yang berbahaya. Sementara dispenser air minum bisa diletakkan di tempat terjangkau supaya anak-anak saya bisa mengambil minum sendiri. Saya menyimpan cangkir kaca dan hanya mengeluarkan beberapa saja di rak piring. 
Banyak hal mengenai ruangan dan penataan perabot ini, saya justru banyak belajar dari anak-anak. Mana yang bisa untuk mereka belajar, mana yang membahayakan, dan bagaimayhan seusia Raka dulu tidak begitu repot dengan penataan benda, tapi berbeda dengan Raka yang hobi memanjat. Rayhan dan Raka menyukai buku, sehingga dulu saya harus menyediakan buku yang berganti-ganti setiap bulan supaya dia tidak bosan. Rayhan  dan Rayi menyukai konstruksi dengan lego.
Papan tulis kami luas seluas rumah dan halaman. Sebenarnya saya kurang menyukai tembok yang kotor dan penuh coretan. Tapi memancing Raka untuk mulai menggambar lingkaran, garis tegak dan bergelombang... menggambar kepala dan mata... ternyata lebih suka di tembok. Meskipun saya menyodorkan kertas lalu, dia akan menyingkirkannya. Ah, dulu juga ada masa-masa Rayhan suka menggambar kereta api di tembok, dengan alasan di kertas kurang panjang karena gerbong keretanya bisa lebih dari sepuluh. Kalau Rayhan menggambar bandara, pesawatnya terlalu kecil, dan tidak cukup untuk parkir. Gedung bertingkat, hotel, dan mobil berseliweran lebih cantik jika digambar di tembok. Tapi masa itu berlalu dan sekarang Rayhan tidak lagi mencoret dinding. Saya yakin Raka jua akan begitu. Bukan karena tembok kami sudah penuh setinggi jangkauan tangannya, (kecuali tembok di dalam kamar mandi), tapi karena Raka tak lagi tertarik dengan ruang gambar di tembok, tapi di kertas.
Sepreai kasur di kamar hampir tak pernah bisa semenitpun rapi. Kain lebar begitu  menyenangkan untuk bermain, rumah-rumahan, sembunyi, jadi tikus, jadi barongsai... jadinya, kasur kami tak beralas atau hanya dipasang jika akan tidur, itupun kalau tidak terburu ngantuk...
Bagi saya, sangat penting mengajarkan kebiasaan pada anak-anak tentang fungsi ruang dan benda. Bukan hanya mengenal, tapi kebiasaan itu akan dengan sendiriya membentuk kemandiriannya. Tahu dimana ambil baju, ambil sepatu, tahu tempat baju kotor, tempat sampah, sendok, tahu juga dimana piring kotor harus diletakkan. Saat anak-anak harus melakukan sesuatu di rumah, dia tahu benda apa yang akan digunakan, dimana letaknya, dimana detil posisinya, apa warnanya, seperti apa bentuknya. Dengan desain ruang dan perabot, rumah akan menjadi sekolah dan kamus besar baginya belajar banyak kosakata, warna, membangun ide, dan kemandirian.

Tuesday, June 17, 2014

MAIN BEBAS... sebebas-bebasnya...

Adakalanya, saya perlu waktu untuk melakukan aktifitas sendiri.. sehingga tak jarang saya memberi waktu dan ruang buat anak-anak untuk bermain sebebas-bebasnya (tanpa bahaya). Kadang dengan kesepakatan, misalnya tidak main air dan tanah pada malam hari.. Tak jarang juga kelewat batas kebebasan. Tapi mereka tetap saja tertawa... tertawa lepas dan ngakak... IT'S ME TIME









Wednesday, June 11, 2014

Menyiapkan Anak Kebutuhan Khusus (ABK) Masuk Sekolah




Banyak pilihan sekolah. Baik formal maupun informal, atau bahkan nonformal.  Itulah yang sejak awal saya dan suami diskusikan. Mau kemana kami menyekolahkan anak kami. Karena, masing-masing pilihan itu akan ada konsekuensinya, akan ada hal lain yang tetap harus kami lengkapi. Akhirnya kami memilih jalur formal. Masuk sekolah umum, selain tetap melanjutkan terapinya.
Sangat tidak mudah mencari sekolah yang sesuai dengan visi, misi keluarga kami, dengan kondisi anak berkebutuhan khusus. Memutuskan kapan waktu yang tepat untuknya siap masuk sekolah umum, dan memulai sosialisasi dengan yang lain, mengikuti kelas klasikal, bukanlah hal yang mudah meskipun tetap bukan hal yang mustahil. Namun demikian, apabila anak belum siap untuk masuk sekolah umSemoga pengalaman yang kami lakukan bermanfaat.

·      Kesiapan anak
Rayhan memulai program terapi usia dua tahun. Saat usia 3,5 tahun, kami memperkirakan Rayhan sudah siap untuk memulai sekolah umum. Maka, setahun sebelum Rayhan memulai sekolah, kami benar-benar menyiapkan anak untuk mampu membantu dirinya speerti toilet training, makan, minum, memahami pembicaraan orang lain, dan lain sebagainya. Kami terus berkomunikasi dengan terapisnya mengenai apa saja hal-hal lain yang harus kita siapkan bersama-sama. Namun, kita tidak bisa memaksakan keinginan diri sendiri untukmenyekolahkan anak di sekolah umum atau inklusi. Semua tergantung kemampuan dan kesiapan anak. Kita harus siap menerima, jika ternyata memang anak lebih siap untuk belajar di sekolah khusus.
·    Survey Sekolah
Sekolah mana ya... ? Saya mencatat beberapa sekolah umum yang jaraknya relatif dekat dengan rumah, lalu yang agak jauh, terakhir yang dekat dengan sekolah terapinya. Saya datangi satu persatu, menanyakan kemungkinan Rayhan penyandang autis untuk diberi kesempatan belajar di sekolah tersebut. Apa responnya? 98% menolak baik dengan cara halus, cara langsung atau tidak langsung. Sungguh, fase mencari sekolah ini cukup berat buat saya. Saya harus menahan airmata setiap kali keluar dari sekolah yang menyatakan tidak bisa menerima Rayhan. Memberi kesempatan pun tidak, bertemu anaknya pun tidak, langsung memutuskan. Rasanya hampir putus asa. Anakku tidak bisa diterima masayarakat, tidak bisa diterima siapapun, tidak punya kesempatan sekolah. Semua itu bergumul menjadi benang merah yang kusut di benak saya.
Sampai akhirnya ada dua sekolah yang bersedia membantu Rayhan mendapat kesempatan bersosialisasi. Saya sungguh harus berterimakasih pada dua sekolah ini. Satu sekolah berjarak 3 kilometer dari rumah, dan satu lagi berjarak 9 km dari rumah tetapi sangat dekat dengan sekolah terapinya.
Tidak hanya sekolah umum, sekolah khusus untuk ABK pun, kit aharus melakukan survey terlebih dahulu. Data sekolah khusus yang ada di kota tempat tinggal, lengkap dengan alamat dan nomor teleponnya. Buat janji untuk berkunjung, dan sampaikan tujuan kita supaya sekolah bisa memaparkan fasilitas yang bisa didapat di sekolah tersebut. Biaya juga menjadi salah satu pertimbangan orangtua untuk menentukan sekolah. Catat semua informasi yang didapatkan, termasuk jarak dari rumah ke sekolah dan waktu tempuhnya.
·         Menentukan pilihan sekolah
Semua informasi yang sudah didapatkan, bisa menjadi dasar kita memutuskan sekolah mana yang akan dipilih. Tentukan dua atau tiga sekolah, lalu ajak anak berkunjung kesana. Lihat ekspresinya, lihat minatnya, jika sudah verbal, bisa kita tanyakan sekolah mana yang ingin dicobanya. Kalau perlu, mintalah waktu satu atau dua kali untuk melakukan kelas percobaan. Selain sebagai sarana anak mengenal sekolah, juga bisa menjadi evaluasi tentang kesiapan anak belajar di sekolah umum, ataupun kemampuan sekolah memfasilitasi ABK di sekolah umum. Jika berada di sekolah khusus, ajak anak untuk melihat kelas dan lingkungan sekolah. Jika dia tidak nyaman, kita bisa mencoba di pilihan kedua atau ketiga. Selama belum menjatuhkan pilihan, jangan memberikan janji apapun pada pihak sekolah, jelaskan sejak awal bahwa Anda dan anak ingin diberi kesempatan sekali untuk mencoba dulu.
·        Mengajak anak mengenal sekolah dan guru
Bila sudah ditentukan sekolah umum, ataupun sekolah khusus yang dipilih, ajak anak mengenal sekolah, dan tahu tempat-tempat dan ruang di sekolah. Tunjukkan dimana tempat kamar mandi, tempat air minum, tempat menyimpan tas dan sepatu dan hal lain yang sebaiknya ditunjukkan. Berikan informasi pada guru sekolah apa yang disukai dan apa yang tidak disukainya dan menyebabkan dia marah atau tantrum. Jika perlu, informasikan tentang bagaimana menangani jika anak tantrum. Guru dan sekolah pasti punya cara sendiri, tapi informasi dari orangtua akan membantu untuk menyelesaikan masalah jika diperlukan.
Kenalkan anak pad awali kelasnya terlebih dahulu, sebelum pada guru yang lain. Anda bisa minta tolong pada guru untuk mengajaknya jalan-jalan keliling sekolah atau bermain di awal perkenalan. Lakukan perkenalan ini sebelum haripertama masuk sekolah, supaya saat pertama masuk anak sudah merasa percaya diri dan tahu lingkungan sekolah. Jika perlu, gambar peta atau foto ruang-ruang sekolah, atau bahkan foto bapak/ibu guru, sehingga di rumah, orangtua bisa menceritakan kembali gambar/foto yang ada.
·         Mendampingi hari pertama masuk sekolah jika diperlukan
Sehari sebelum masuk pertama sekolah, jelaskan bahwa besok pagi ananda akan sekolah dan akan bertemu ibu guru dan teman baru. Jangan menjanjikan bahwa besok anda akan menungguinya, karena anda hanya akan mendampinginya jika diperlukan saja. Jika anak sudah setengah percaya diri, anda bisa mengatakan bahwa anda akan menjemputnya segera. Kepastian hal yang sangat penting untuk ABK, karena anak autis terutama, kesulitan mengenal daerah abu-abu, atau toleransi. Sekali ditunggu, dia kan minta ditunggu seterusnya. Tapi sekali dia percaya diri segera tinggalkan dia dan beri kepercayaan, maka seterusnya dia akan mandiri.
·         Menyediakan pendamping jika dibutuhkan
Bagi siswa ABK yang sekolah inklusi, tanyakan kesulitan pada guru kelasnya. Mintalah pertimbangan apakah anak perlu pendamping khusus ataukah bisa mandiri. Guru kelasnyalah yang paling tahu apa kebutuhan anaknya. Jika guru kelas menyatakan tidak memerlukan, anda harus percaya dan berusaha membantu pelajaran di sekolah sebaik mungkin di rumah. Komunikasi sengan guru juga harus rutin dilakukan. Tanyakan apa yang dipelajari dan bagaimana anak di dalam kelas, supaya anda bisa memetakan kelebihan yang bisa ditingkatkan, dan kekurangan yang harus lebih banyak dilatih.
·         Melatih anak mandiri tanpa pendampingan
Jika anak memerlukan pendamping, orangtua bisa secara bertahap mengurangi ketergantungan pendamping dengan terus melatih kemandiriannya. Tanyakan hal apa yang sudah mampu mandiri, dan minta pendamping untuk memberikan kesempatan pada anak dalam hal tersebut. Untuk hal yang belum mandiri, minta tolong pendamping untuk memotivasi anak supaya bisa perlahan melakukan sendiri. Usahakan, dan tekadkan, bahwa anak akan lepas dan mampu mandiri dari pendamping khusus.
·         Memonitor perkembangan belajar sehari-hari
Buat portofolio tentang apa saja yang berhasil dibuat anak di sekolah. Kumpulkan buku-buku dan hasil karyanya. Catat perkembangannya dalam sebuah jurnal harian. Dengan demikian, akan memudahkan orangtua untuk menentukan kapan anak bisa naik kelas ke jenjang berikutnya.
Semoga catatan ini bermanfaat. Biarkan anak tumbuh dan berkembang sesuai keinginan dan cita-citanya, bukan atas dasar keinginan dan ambisi kita.

Hari Autis di ruang UGD, April 2013

Tahun lalu, di bulan April, 14 April 2013. Saat mengantar Rayhan, Raka dan Rayi ke hotel Gajahmada Malang untuk mengikuti pentas seni peringatan hari Autis. Sesampainya di tempat parkir, tiba-tiba saya limbung, terasa kesemutan di seluruh tubuh. Apapun yang saya pandang serasa bergoyang, dan seluruh tubuh kaku. Tangan kanan dan kiri tak lagi bisa saya gerakkan. Lidah terasa kaku, meskipun saya masihbisa bicara tak jelas dan meminta tolong seseorang mengantar ke Rumah Sakit terdekat. Maka masuklah saya ke UGD, padahal hari itu, saya memakai gaun paling bagus dan rapi untuk bisa melihat anak-anakku tampil. Tapi gaun itu kupakai di ruang UGD Rumah Sakit.
Sebenarnya sudah yang kesekian kali saya mengalami gejala ini. Tiba-tiba fokus mata bikin pusing karena serasa zoom out-zoom in, lalu berjalan sempoyongan karena serasa tanah tak lagi diam. Diakhiri dengan muntah-muntah. Mungkin sudah yang keempat aatau kelima kali atau lebih sejak pertengahan tahun 2012 sampai akhir Maret 2013. Semua kuabaikan ketika setelah tidur kondisiku membaik. Ah, paling karena tekanan darah naik akibat kecapekan. Tanpa mencari tahu sebab tekanan darah itu naik kenapa, selain hanya dugaan adanya faktor genetis dari orangtua, dan kakek nenek.
Di ruang UGD itu, kondisi saya segera membaik, tangan kembali lemas dan normal, kepala tak lagi pusing, dan kesemutan hilang. Saya meminta suami kembali ke hotel yang berjarak hanya 400 meter dari rumah sakit, untuk kembali menemani ketiga anakku yang kutitipkan disana. Diagnosanya TIA... alias stroke ringan. Tapi dokter mengatakan kekurangan oksigen.. (ah sama saja... stroke ringan akibat kurangnya asupan oksigen di otak). Sore harinya, setelah hasil lab keluar dan semuanya normal termasuk jantung... saya diperbolehkan pulang. Ahh... aku akan segera bertemu anak-anak lagi... 
Bertemu mereka setelah dari ruang UGD begitu dramatis... Saya membayangkan bagaimana jika hari itu saya lumpuh, jika hari itu saya pulang padaNya. Keesokan harinya saya kembali kontrol, dan dinyatakan sudah pulih. Meski masih terasa sedikit lemas dan ada yang aneh di kepala, saya kembali beraktifita rutin mengantar jemput anak-anak dan menemaninya sehari-hari.
24 April 2013. Jam 13.30. Saat menemani anak tidur.. dan setelah mereka lelap, saya tak bisa tidur dan membaca berita lewat internet HP. Tiba-tiba pandangan kembali zoom in-zoom out... dan saya kembali mengalami vertigo dan muntah-muntah hebat. Tak ada orang lain di rumah selain anak-anak. Saya limbung dan panik dan lalu berusaha menenangkan diri. Kemudian menelepon pak RT yang kebetulan juga seorang dokter. Saat diperiksa, tensi bawah kembali naik, dan saya disarankan masuk RS lagi. Kali ini, saya minta CT scan, dan ditemukan ada bekas memar di otak bagian kiri, diduga akibat benturan. Ya Allah, benturan ini... saya baru menyadari.. saya mengalami benturan pada bulan Mei 2012, saat kecelakaan bus yangsaya tumpangi hingga bus berguling dua kali. Luka memang tidak parah, hanya memar di mata kanan dan jahitan di pelipis saja. Tidak ada keluhan pusing dan muntah waktu itu. Namun sejak itu, saya sering tiba-tiba pusing dan muntah.
Hal yang paling membuat saya merasa down, merasa sangat menyesal adalah.. bagaimana saya bisa mendampingi anak-anak saya jika sakit seperti ini. Bagaimana Rayhan, Raka dan Rayi.. ??Selama ini saya yang bertanggung jawab pada mereka. Saya menangis setiap waktu di rumah sakit, sampai dokter mengira saya mengalami tekanan psikis. Saya rindu sekali mengantar anak-anak sekolah, memandikannya, menemaninya main, membolehkan mereka bertiga naik ke punggung saya.
Empat hari dirawat, saya diperbolehkanpulang dan rawat jalan. Di rumah, tak serta merta tubuh saya langsung pulih. Kepala dan leher masih begitu berat untuk digerakkan kanan kiri atas bawah. Kalau menoleh saya harus pelan-pelan, karena serasa ada efek berseluncur jika terlalu cepat.
Saat itulah saat paling rendah dalam mental saya sebagai ibu. Saya tak bisa melakukan apapun selain hanya melihat anak-anak main. Mereka minta gendong saya tak mampu. Mereka minta main saya tak bisa. Mereka minta minum saya suruh ambil sendiri. Padahal waktu itu kembar belum sepandai dan semandiri sekarang. Anak-anak tak sekolah, sampai Rayhan protes dan nangis minta sekolah. Akhirnya saya minta bantuan seorang teman baik untuk membantu Rayhan sekolah. Tak mudah mencari yang cocok dan sabar dan faham bagaimana menghadapi Rayhan. Saya merasa tak berguna sama sekali sampai sempat menangis selama dua hari dan terduduk lesu tanpa mau makan. Saya tanya pas Allah, Yaa Allah kapan saya sembuh? Kenapa saya tak segera sembuh? Sampai seorang Ustdaz yang juga psikolog menemui saya, dan mengatakan, bahwa keihklasan saya menjalani masa sakit ini, merupakan awal kesembuhan. 
Saat itulah, saya bangkit. Saya bertekad saya akan sembuh. Beberapa minggu berikutnya, sekali dua kali saya kembali pusing dan muntah meski tak sehebat sebelumnya. Tapi, saya mulai mengenal lebih baik kondisi tubuh saya.. apa dan bagaimana saya mencegah muncullagi pusing dan muntah, padahal tekanan darah sudah normal sejak saya pulang dari RS.
Bulan Ramadhan saya bisa berpuasa. Empat hari puasa, saya kembali drop. Sehari kemudian saya tak puasa, dan puasa lagi esok harinya. Saya kembali lagi pusing tiba-tiba dan muntah-muntah. Begitu seterusnya jika saya puasa. Maka, saya bulan itu hanya puasa 10 hari, selebihnya sya tidak lagi sanggup puasa. Saya mulai bisa naik motor dengan latihan sedikit-sedikit, sampai saya bisa mengantar Rayhan dan Rayi sekolah, sementara Raka masih belum bisa terapi karena jaraknya cukup jauh.

Setelah lebaran, saya dua kali drop, tapi setelahnya kembali bisa naik motor antar jemput anak-anak sekolah. Sampai hari ini, meski kadang masih belum bisa fokus dalam penglihatan karena takut pusing, kondisi saya stabil. Alhamdulillah.. 
Betapa sombongnya saya saat sebelumnya, merasa orang yang paling bisa, yang paling bertanggungjawab pada anak-anak. Padahal, Allahlah yang memiliki dan bertanggungjawab pada mereka. Saat ini, saya lebih rileks dalam mendampingi anak-anak saya. Saya tidak lagi begitu ngotot dan tegang dengan kesempurnaan mereka. Saya memberikan yang terbaik, tapi nasib dan takdir mereka bukan di tangan saya.
April 2013 menjadi titik balik yang paling tepat untuk saya kembali lagi di garis start.

Hadiah buat Rayhan di Hari Autis bulan April 2014

Mungkin Rayhan saat ini tidak tahu apa yang terjadi di bulan April setiap tahunnya. Tapi saya yakin suatu hari nanti dia akan membaca blog ini dan memahami kenapa setiap bulan April saya mengajaknya ke suatu acara yang sangat istimewa.
April dipilih sebagai bulan perhatian untuk para penyandang autis. Apa dan bagaimana sejarahnya dipilih bulan April saya tidak tahu dan belum mencari tahu. Kalau tahun lalu, Rayhan memperingatinya dengan sedih dan airmata (nanti saya posting kenapa demikian). Maka tahun ini, 2014, Rayhan merasa begitu gembira, karena satu hal. Dia masuk koran. Fotonya terpampang di koran, lengkap dengan cerita tentangnya. Bukan hanya satu, melainkan dua koran, Surya (www.tribunnews.com) dan malang pos (malangpos.com). Bahkan, dia semakin happy saat dia tahu bahwa berita itu juga bisa dia lihat di internet.
Apa yang terjadi?
Ceritanya, Rayhan dan Raka saya daftarkan mengikuti ajang anak berbakat yang diselenggarakan oleh Sahabat Autisma Malang (SAMA). Bakatnya boleh apa saja, kemandirian, ketrampilan atau kesenian. Setelah mikir selama berhari-hari, dan menilik apa yang suka dilakukan Rayhan setiap hari, akhirnya, saya punya ide untuk menampilkan bagaimana Rayhan menggunakan komputer dan internet dengan benar, sesuai apa yang diminta dan dia suka. Sedangkan Raka, menampilkan kebolehannya dalam memakai sepatu dengan mandiri. Hari itu, sejak dari rumah dan sehari sebelumnya, saya bercerita pada Rayhan, menjelaskan padanya tentang apa yang harus dia lakukan besok di panggung. 
"Mas, besok ikut lomba ya.. Mas Rayhan bolehmembawa laptop, trus dinyalakan. Lalu dipasang modem, dan mas Rayhan boleh cari gambar di google. Mas Rayhan mau cari gambar apa?"...
Rayhan menjawab "Gambar HP samsung freind ZTE".. 
Lalu saya lanjutkan... "Oke, gambarnya didonlot, lalu disimpan di flasdisk ya?"
Maka hari itu kami latihan... dan sippp.. semua siap sampai laptop kembali dimatikan dengan benar.

Taraaaaaa.... maka tibalah nama Rayhan dipanggil untuk tampil, setelah beberapa tampilan tari dan melukis di awal... Dengan sigap Rayhan tampil ke panggung membawa tas ransel eiger kesukaannya, mengambil dan membuka laptop, dan melakukan halyang sudah kami sepakati bersama dengan sangat hebat... Bahkan anak-anak penyandang autis yang lain sampai ikut ke panggung mengintip apa yang dilakukan Rayhan di depan laptopnya.
Saat turun panggung, kami langsung didatangi dua wartawaqn dari malang pos dan surya, mewawancarai Rayhan dan saya. Saat itu Rayhan sih cuek dan lebih tertarik dengan gadget milik kakak wartawan... tapi keesokan harinya... saat tahu gambarnya muncul di koran.. Waaaaahh... senangnya luar biasa. Kalau biasanya dia suka mencari gambar di koran, kali ini, ada foto dirinya di sana. Meskipun ini bukan yang pertama kali Rayhan ikut tampil di media (sebelumnya pernah dua kali dialog di TV lokal Malang, dan satu kali diwawancara di Radio moderato di madiun), tapi koran ini paling berkesan buatnya, mengingat Rayhan lebih suka baca koran dibanding nonton TV atau mendengarkan radio.
Add caption

Rayhan Lulus TK

Mungkin lebay... cuma lulus TK saja apa hebatnya.
Rayhan hebat. Memang hebat. Saya saja sering mengeluh capek, padahal bukan saya yang sekolah. Saya ibunya hanya menjadi tukang antar jemput.
Bisa jadi kelulusan Rayhan sebanding lulusnya mahasiswa. Jika ada timbangan yang mengukurnya. Sekali lagi bukan lebay... tapi memang demikian. Saat awal masuk Kelompok Bermain, saya harus berkeliling dari satu sekolah ke sekolah yang lain.. dan ditolak. Padahal, saya yakin bahwa meskipun Rayhan autis, dia siap untuk masuk sekolah umum. Sampai akhirnya saya menemukan sekolah yang bersedia memberi kesempatan, di TK Assalam Tlogomas.
Rayhan begitu sabar mengikuti proses perkembangan dan belajar bagi dirinya sendiri. Bukan hanya belajar yang minimal 40 jam seminggu, tapi juga biaya yang tidak sedikit, energi yang besar, kesiapan mental yang selalu ditempa bagi Rayhan ataupun bagi kami keluarganya. Rayhan mulai sekolah usia 1,5 tahun. Mengikuti sekolah khusus yang biasa kami sebut dengan terapi. Meskipun hanya 3 seminggu, tapi terapi kami lanjutkan di rumah semampu kami dan masih berlanjut sampai sekarang, dengan guru terapi yang dipilihnya sendiri. Masuk sekolah usia dini pada usia 4 tahun, setingkat kelompok bermain menjadi tantangan sendiri buat Rayhan, karena Rayhan istimewa dibandingkan teman lainnya. Tapi dia tak pernah patah semangat, tak pernah sekalipun saya mendengarnya mengeluh capek. Bahkan kalau diperbolehkan, hari Minggu pun dia ingin tetap sekolah. Setiap pagi saat saya bangunkan, Rayhan pasti langsung tanya "Sekolah?"... dengan maksud "Apakah hari ini sekolah?". Kalau saya iyakan, dia akan tersenyum dan langsung bangkit dari tempat tidurnya.
Sesampai di sekolah, saya hanya perlu mengantarnya sampai pagar, melambaikan tangan dan berlalu. Kadang saya berhenti sejenak, memperhatikan punggungnya berjalan masuk pintu utama sekolah, meletakkan helm di rak, dan melepaskan sepatu. Selebihnya saya tidak pernah mengikutinya belajar di dalam kelas. Melainkan hanya bertanya pada gurunya saat menjemput.
Pulang sekolah, biasanya Rayhan minta beli sesuatu untuk dibawa pulang, dan selalu berupa makanan atau minuman. Setelah itu pulang, dan tidak lagi minta beli apapun sampai besoknya. PR dan tugas sekolah dikerjakan siang hari setelah makan siang ataupun sore hari sehabis mandi. Selebihnya, saya membiarkannya bermain, atau menemaninya. Lego, komputer, mobil-mobilan, masak-masakan, main bola, menyiram tanaman, sholat, merapikan mainan dan kegiatan lain... semua adalah sekolahnya Rayhan di rumah. Sampai jam delapan atau sembilan malam waktunya tidur. Dan ia kembali menanyakan, "Besok Sekolah?". Begitu hampir setiap hari pola hidup Rayhan.
Lulus dari TK tentunya membahagiakan baginya. Sudah terbayang di binar matanya bahwa ia akan masuk SD dan memakai seragam putih merah. Hari ini dia diwisuda. Dengan gagah dan tersenyum dia mengantri di barisan paling belakang untuk naik podium. Tidak ada yang mendampinginya, karena dia mampu untuk mandiri. Berjalan menuju ibu Kepala Sekolah, menyalami dan berfoto dengannya. Dia tersenyum saat difoto, dan seperti biasa, memberi aba-aba yang seharusnya dilakukan fotografer.. SATU.. DUA.. TIGAAAA... --ahh.. semoga hasil fotonya tidak saat menyebut huruf AAA di angka TIGAAA... alias mangap--