Sunday, January 15, 2012

LEGO "imajinasi" yang AJAIB

Mobil-mobilan dijajar berbaris, mulai dari yang kecil sampai besar, rapi dengan kelompok warna yang sama. Sepatu dan sandal, koran, HP, mainan balok kayu, kartu baca, semua juga berbaris, berjajar berurutan dengan pola tertentu. Setiap barisan lurus sempurna, dan tidak diijinkan siapapun, sengaja atau tidak  sengaja menyentuhnya. Berjam-jam barisan dibiarkan sempurna, dipandangi dengan wajah puas penuh kekaguman. Seolah-olah barisan mainan itu sebuah hasil karya seni yang bernilai tinggi. Keesokan harinya mainan dan barang-barang kesukaannya akan kembali dibariskan rapi. Berulang setiap saat, hampir setiap hari.

Begiulah Rayhan dahulu bermain. Bagi orang lain akan terlihat monoton, dan tidak menarik. Tapi tidak bagi Rayhan. Entah dari sudut pandang seni dari arah yang mana, sehingga barisan-barisan benda itu menjadi sangat menarik dan memuaskan jiwa seninya. Mengajaknya memainkan benda-benda seperti mobil-mobilan, sepeda, menggambar, mewarna, atau alat musik, hanya bisa bertahan sekian menit. Lalu hilang dan kembali dalam barisan berpola. Hingga pada suatu waktu, awal tahun 2011, sebuah maket apartemen berhasil menarik perhatiannya, dan sedikit merubah minatnya pada balok-balok kayu berwarna. Dibentuknya dua buah barisan di bagian kanan dan kiri, dan dibariskan pula mobil-mobilan di antara barisan balok. Mirip sebuah jalan dengan rumah-rumah di bagian kanan dan kiri. Model yang dibuatnya benar-benar membuat saya kagum luar biasa. Meskipun saat itu, pola yang dibuat masih belum bercerita "sesuatu" dan Rayhan masih mempertahankan kerapian dan kesempurnaan barisan balok dan mobil, dan tetap memandanginya selama berjam-jam. 
Simulasi lalu lintas
arsitektur pertama
Selanjutnya, kami memperkenalkan LEGO padanya, dengan tujuan meningkatkan kemampuan motorik halus dan imajinasinya. Rayhan cukup antusias, tetapi jari-jari tangannya masih kaku untuk menyambung antar lego. Bentuk yang dibuat pun masih monoton, berbaris memanjang atau tinggi menjulang, dengan pola warna dan bentuk sejenis. Kami berusaha memberi contoh membuat model bentuk-bentuk mainan, tetapi Rayhan masih tetap ngotot dengan hasil karyanya. Akhirnya kami kembali mengajaknya untuk melihat maket-maket gedung bertingkat, dan ternyata untuk kedua kalinya hal itu berdampak positif untuknya. Ditambah dengan simulasi berbentuk jalan raya, rumah, gedung, masjid, dan warung atau toko di sekitar rumah yang biasa kami kunjungi. Rayhan pelan-pelan mengerti konsep imajinasi. Mulai faham bagaimana bermain imajinasi dengan media lego dan balok-balok kayu yang tersedia di rumah. Maka, jadilah arsitektur pertamanya. Gedung Malang Town Square, dan MX Mall, serta masjid di samping MX, dan mobil yang diparkir di depan gedung-gedung itu. Saya pun merasa takjub dengan hasil karyanya. Rayhan mampu menggambarkan kembali bangunan yang sering dilihatnya, menjawab dengan detil apa yang dibuatnya.

Kami menganggap kemajuan ini luar biasa, karena anak autis biasanya kesulitan bermain "pura-pura", bermain peran, bermain imajinasi. Mereka umumnya monoton dan repetitif. Selanjutnya Rayhan semakin mudah bermain membuat model-model lain dari lego, tanpa kami beri contoh sama sekali. Melihat benda, lalu dibuatnya, dan memang mirip. Imajinasinya terus bisa dituangkan dalam berbagai model dengan lego. Bahkan, jika hasil yang didapatkan tidak seperti yang diinginkan, dia membongkarnya dan membuat lagi dari awal dengan cara yang berbeda. Maka jadilah bentuk pesawat mobil pemadam kebakaran di bandara, lapangan sepakbola lengkap dengan gawang dan papan skor serta kursi penonton, gerobak bakso yang menggunakan motor, gajah, kamera, orang sedang meniup lilin di kue ulang tahun, perahu yang sedang memancing ikan, badminton lengkap dengan "net" dan raket serta kursi penonton....... dan masih banyak lagi model yang istimewa. Saya saja kadang tidak terfikirkan untuk membuat model dengan cara yang dilakukannya.

Papan Skor
Gitar
Orang & kue ulang tahun
Orang naik motor

Pom Bensin
Kamera
Lapangan Bola, "cars", dan bakso moto



























Laptop dan flashdisk











Kadang Rayhan masih mempertahankan bentuk legonya selama beberapa saat terbebas dari gangguan  siapapun, tapi tidak lagi memandanginya selama berjam-jam. Apabila dia merasa sudah cukup puas bermain dengan hasil karyanya, dia akan membiarkan mainannya digunakan adik Raka, ataupun dirapikan kembali. Saya benar-benar menganggap LEGO suatu yang ajaib, yang bisa menjadi sarana bermain motorik halus dan wahanan imajinasi semua anak, bahkan orangtua. Mainan wajib di rumah Anda............

WELL DONE, SON!!!

Thursday, January 12, 2012

Wawancara ekslusif.. dengan Papa tentang Rayhan

Sebenarnya sudah agak lama saya meminta suami untuk menuliskan tentang bagaimana dia mendampingi Rayhan, tetapi dia merasa tidak cukup percaya diri untuk menuliskan perasaannya. Jadi, timbullah ide wawancara, yang saya lakukan dengan diam-diam, tanpa dia tahu, seolah-olah hanya menjadi obrolan biasa.

Waktu menulis hasil wawancara ini, saya dan Rayhan sedang berada di perpustakaan. Rayhan asik melihat-lihat buku dan majalah...
Lalu saya kembali berusaha mengingat keberanian saya menanyakan sesuatu hal kepada suami saya. Selama hampir empat tahun terakhir saya tidak punya keberanian untuk bertanya tentang perasaan, dan jauh lebih ke dalam hatinya, tentang dititipi seorang anak penyandang autis, Rayhan.

Malam kemarin, sambil jari saya mengetik, membelakangi suami saya (karena takut kami akan menangis berdua, dan wawancaranya gagal), saya tanyakan,

Bagaimana perasaan papa ketika pertama kali Rayhan divonis autis?
Dengan intonasi agak tertahan, "Pada awalnya, saya tentu saja tidak bisa menerimanya. Saya berusaha terus menyangkalnya, dan berharap penolakan saya akan menjadi sesuatu yang bersifat "positif thinking", karena dengan berfikir positif, maka anak saya akan baik-baik saja"

Lalu, bagaimana selanjutnya?
Terdiam sejenak.. "lama-lama saya tidak lagi berusaha menolak vonis tersebut, bagi saya, autis atau tidak, saya akan tetap menjadi ayah baginya, saya akan tetap menyayanginya, bagi saya autis atau tidak, sama saja"
(tanpa papa tahu karena saya duduk membelakanginya, saya berusaha menahan haru...)

Apakah pernah ada perasaan malu memiliki anak autis?
Tentu saja tidak pernah. Saya tidak pernah menyembunyikan identitas Rayhan, kepada siapapun, bahkan kepada karyawan di tempat kerja sekalipun. Saya berharap keterbukaan itu, tidak menjadikan perlakuan yang berbeda, tetapi justru mereka bisa membantu stimulus Rayhan.
Saya juga tidak keberatan mengajak Rayhan ke aktifitas saya, malah saya merasa senang. Saya berharap bisa lebih dekat, dan dia jugaa akan suka dengan kesenangan saya. Saya mengajaknya ke bengkel,  menonton pertandingan sepakbola di lapangan kecamatan, sholat Jumat, ke warung kopi, main futsal, berenang, ke mall, main badminton. Memang butuh persiapan dalam setiap aktifitas, tapi tidak masalah. Rekan-rekan saya juga bisa menerima dan memperlakukan Rayhan secara wajar, tidak dibuat-buat.

Apakah pernah merasa khawatir dengan keadaan Rayhan di masa mendatang?
Tidak sama sekali. Saya berprinsip akan melakukan yang terbaik untuk perkembangan Rayhan saat ini, nanti hasilnya akan kelihatan dengan sendirinya. Saya optimis dengan Rayhan. Tapi, saya tidak akan banyak menuntut lebih kepadanya.

Apakah bangga dengan Rayhan?
Dengan sewot dijawabnya... "Yaa  iyyaaa lah....!!"

Monday, January 9, 2012

OBSESI dan PHOBIA bagian 3 #BERENANG

Usia 3,5 tahun.. Rayhan mulai mengikuti kegiatan berenang sebulan sekali. Kami memang belum pernah mengajaknya berenang sebelumnya. Alhasil, selama beberapa waktu Rayhan pulang dengan kondisi kering tanpa basah seujung jaripun.

Menolak dan menjerit... selalu demikian setiap kali berada di tepi kolam renang. Akhirnya saya dan suami memutuskan untuk kegiatan berenang, kami perlu terus melatih dan mengajak Rayhan beradaptasi.

Pada tahap awal, kami memperkenalkan pelampung. Di rumah, tanpa kegiatan apapun kami sering meminta Rayhan memakai pelampung, dengan bantuan film Dora the Explorer yang juga selalu memakai rompi pelampung ketika berada di air. Tahap berikutnya kami mengajak Rayhan ke kolam renang, dan kami berhasil membujuknya utnuk bersedia duduk bersama kami di tepi kolam, dengan kaki masuk ke dalam air. Kami selalu merekam kegiatan Rayhan dengan foto atau video, dan memutar rekamannya di rumah. Hal ini membantu Rayhan memahami kegiatan yang dilakukan. Setiap melihat rekaman video atau fotonya di kolam renang, dia luar biasa senang dan bangga dengan apa yang berhasil dilakukkannya. Dia bangga meskipun hanya berani duduk di tepi kolam renang.  Saat itu kami semakin menyadari bahwa kemajuan sekecil apapun sangat berarti untuk Rayhan, dan membuat kami merasa begitu bersyukur kepada Allah yang Maha Kuasa terhadap segala kemungkinan. Selama hampir lima bulan, Rayhan hanya mau duduk di tepi kolam, setidaknya kami tidak perlu lagi bersusah payah membujuknya.

pertama kali masuk kolam
Suatu hari, kami mengajak Rayhan berkunjung di rumah Eyang di Madiun. Rayhan diajak ke kolam renang bersama-sama dengan keponakan -sepupu Rayhan- yang usianya sebaya. Seperti sebelumnya, Rayhan hanya duduk di tepi kolam, sementara anak yang lain menikmati bermain seluncuran dan air mancur. Hanya bagian kaki yang masuk ke dalam kolam, berayun-ayun memainkan riak air. Sesekali dia tertawa lepas melihat sepupu-sepupu meloncur kegirangan. Tapi dia hanya benar-benar melihat saja.Sampai tiba-tiba dia mengambil pelampung berbentuk donat yang dipakai sepupunya, memasukkan ke kepala, lalu mulai pelan-pelan berani turun ke dalam air. Luar biasa. Saat mengetik ulang cerita ini pun, saya masih merasa takjub. Ternyata Rayhan merasa termotivasi melihat sepupu masuk air, dan dia jauh merasa lebih nyaman dengan pelampung donat, daripada pelampung berbentuk rompi.

Sate bakso ayam





Masih dalam liburan yang sama, kami pun mengajak semua sepupu Rayhan untuk berpetualang. MANDI di SUNGAI. Kebetulan rumah kami berada di kaki gunung Wilis. Tidak terlalu sulit mencari sungai yang masih terkondisi cukup baik. Dengan bekal bakso ayam, nasi, dan minuman, kami berjalan menyusuri pematang dan menuju sungai yang tidak terlalu deras arusnya. Rayhan menikmati saat-saat masuk air yang kedua kalinya, kali ini tanpa pelampung. Bermain lomba mengambil batu dari dalam dasar sungai. Lalu membuat bendungan dengan batu, petualangan diakhiri dengan makan sate bakso bakar yang benar-benar dibakar di atas batu di pinggir sungai.


Seterusnya, berenang menjadi hal yang sangat menyenangkan untuk Rayhan. Meskipun masih sebatas bermain atau mandi saja. Rayhan belum mau dilatih untuk serius mengambang atau menghentakkan kaki. Kalaupun mau, dia hanya mau di kolam untuk dewasa, yang tentu saja, kami belum mengijinkan tanpa ada pendampingan papa. Salut untuk usaha Rayhan yang sudah berusaha keras mengubah pobhia terhadap kolam renang dan air, menjadi sebuah obsesi yang positif. Keberhasilan tahap ini sepenuhnya milik Rayhan, bukan milik kami, karena Rayhan yang telah berusaha keras.

--bersambung OBSESI dan PHOBIA bagian 4 #TUMBUHAN dan HEWAN --


Sunday, January 8, 2012

OBSESI dan PHOBIA bagian 2 #TAKUT SUARA


OBSESI identik dengan ketertarikan berlebihan.
PHOBIA identik dengan ketaktan berlebihan.
Ada beberapa hal yang menjadikan Rayhan seperti phobia, mulai dari tingkat ringan sampai berat. Suara, tumbuhan, laron, dan beberapa benda atau hal lain yang membuatnya merasa kurang nyaman, seperti iklan televisi, baju yang disablon, label pakaian, kardus (bungkus)  makanan.
·    
SUARA

Rayhan takut dengan suara berdengung, seperti suara mixer, blender, mesin disel, pesawat, kembang api, petasan, suara kereta api lewat, suara pemotong besi dan lainnya yang sejenis. Apa yang dia lakukan apabila mendengar suara tersebut?? Menjerit, menutup telinga, dan menangis.  Sekarang, tidak selalu demikian. Kami selalu berusaha menenangkan apabila dia ketakutan. Menjelaskan bahwa suara itu tidak berbahaya. Lambat laun, Rayhan mulai bisa mencari solusi sendiri. Apabila ada di dalam rumah, dia akan masuk kamar sambil membawa majalah, dan menutup pintu kamar. Tanpa menjerit, tanpa menutup telinga. Berbaring dan membuka-buka majalah. Apabila di luar rumah, dia lebih memilih menutup telinga, dan wajahnya nampak sekali menahan suatu ketakutan. Kami pernah sesekali melakukan shock terapi kepadanya, misalnya memintanya membantu membuat jus dengan blender, mengajaknya ke stasiun kereta api sambil menunjukkan bahwa suara tersebut tidak akan berbahaya.

Rayhan takut terhadap suaranya, bukan berarti takut dengan bendanya. Dia suka mainan pesawat, melihat pesawat/helikopter di televisi, mencari gambar pesawat di majalah atau koran, bahkan dia bisa membuat model pesawat dari lego. Dia juga suka bermain kereta api, helikopter, dan gambar kembang api. Mebuat gambar pesawat, kereta, dan kembang api pun tidak masalah baginya. Lalu apa penyebab ketakutannya??
Saya pernah membaca sebuah sumber, bahwa anak-anak autis umumnya memiliki ambang batas pendengaran yang berbeda dengan anak normal. Bisa terlalu bawah ataupun terlalu tinggi. Bayangan saya, mungkin seperti kita merasa tidak nyaman, apabila mendengar dua benda logam digesek-gesekkan, sehingga telinga kita pun merasa tidak nyaman, misalnya pisau yang digesekkan pada benda tertentu oleh tukang daging di pasar. Barangkali ambang batas pendengaran Rayhan pun berbeda dibanding anak normal. Kami belum pernah secara khusus memeriksakan hal tersebut, kecuali dulu pernah kami ajak ke dokter THT, dan Rayhan divonis menderita TUNA RUNGU. Kami bahkan sempat berdebat dengan dokter tersebut, dan keluar ruangan dokter dengan kesal.

Dalam bacaan yang lain disebutkan bahwa seorang anak autis bisa mengetahui selembar daun yang jatuh dari pohon di luar kelas, padahal dia sedang berada di dalam kelas mengikuti penjelasan seorang guru. Sebenarnya ada terapi yang bisa membantu memperbaiki ambang batas pendengaran tersebut, tetapi kami lebih memilih melakukan terapi secara alamiah kepada Rayhan. Melatihnya sering mendengar kami menggunakan blender, mengajak ke stasiun kereta, mengajak ke bengkel motor, sepertinya efektif untk Rayhan. Meskipun belum maksimal, dia mulai nyaman apabila saya ajak ke bengkel motor. Bahkan, dengan bekal majalah & makanan, kami seperti piknik makan siang di bengkel. Kami memperkenalkan kepada pemilik bengkel, dan mekanik mengenai kondisi Rayhan, dan mereka sangat terbuka menerima dan membantu proses belajar Rayhan. 

Apakah kami sudah berhasil?? BELUM, tapi kami optimis untuk BERHASIL, kami masih menjalani prosesnya.
--bersambung OBSESI dan PHOBIA bagian 3--

Saturday, January 7, 2012

OBSESI dan PHOBIA bagian 1

Rayhan yang unik. Tidak ada duanya.
Dia memiliki banyak sumber ilmu untuk kami. Selama lima tahun ada dua hal  berbeda dalam hidupnya. 

SENANG dan TAKUT.
MENARIK dan TIDAK MENARIK.
BERLEBIHAN dan KEKURANGAN.

Hal yang bersifat diantara keduanya (tengah-tengah, atau "agak") hampir tidak dikenalnya. Dia hanya mengenal dua jawaban, "YA" dan "TIDAK". Tidak ada jawaban "MUNGKIN". Penyandang autis umumnya tidak mengenal daerah "abu-abu"

Ada beberapa benda yang menjadi obsesinya. Mulai dari tingkat ringan sampai tingkat berlebihan. Buku, majalah, koran, mainan, lego, boneka hewan, ikan, ayam, sapi, jalan-jalan.. Beberapa benda yang menjadi obsesi ringan sampai sedang. Obsesi berat, seperti kartu kredit/ATM, bank, handphone, dan kamera. Perilaku obsesif ini meliputi ingin melihat, memegang, dan memainkan, tanpa pernah merusaknya dengan sengaja. Uniknya lagi, obsesinya hanya muncul dalam ruang lingkup pribadi, apabila ada tamu, atau kita ajak bertamu di rumah seseorang. Dan tidak muncul jika berada di tempat umum misalnya minimarket, bank, pasar, tempat wisata. Di tempat umum, dia hanya melirik, atau melihat saja orang lain membawa barang-barang yang menjadi obsesinya.

Sebagai gambaran, jika ada pertanyaan "Apa sih yang dilakukan Rayhan bila ada seorang bertamu ke rumah, atau kita ajak bertamu, atau bertemu orang lain di rumah teman?"

Jawabnya adalah "Dia akan menyambut TAS, DOMPET, HP anda, dan akan merebut, membukanya, mencari tahu apa isinya. Jika ia menemukan ATM/kartu kredit, dia akan memegangnya, tersenyum, membaca tulisan di atas kartu tersebut. Jika ia menemukan HP, hal yang sama akan ia lakukan, bahkan dia akan segera menemukan tombol pembuka kunci HP. Jika ia menemukan kamera, dengan senang dia akan memegang, melihat dengan detil mencari tombol ON/OFF, membaca merek, dan mulai mencari objek untuk dijepret.

Begitu terobsesinya, sampai-sampai dia memfoto beberapa objek ATM, atau menggambar kartu ATM berulang-ulang dengan logo bank yang berbeda, atau minta difoto di depan mesin ATM.

Sebenarnya tidak ada yang  perlu dikhawatirkan berlebihan dengan obsesi tersebut. Karena kami pun meyakini bahwa dengan arahan yang benar, OBSESInya bisa berubah menjadi POTENSI. Apalagi apabila kami berhasil mengganti posisi barang OBSESI berat terhadap barang-barang OBSESI sedang. Obsesi kartu ATM menjadi obsesi membaca buku, obsesi HP menjadi obsesi terhadap komputer. Karena barang-barang yang menjadi obsesi berat merupakan barang-barang yang sifatnya PRIBADI, dan sangat tidak etis apabila Rayhan dengan tiba-tiba berusaha mengambil benda tersebut, meskipun apabila akan pulang dia dengan sukarela (tapi raut mukanya tampak berat dan hampir menangis)  mengembalikan kepada yang punya.

Jadi, saat ini kami terus meningkatkan kesenangannya untuk menyalurkan obsesi terhadap BUKU, MAJALAH, KORAN, KOMPUTER, FOTOGRAFI, LEGO, memelihara IKAN atau AYAM.

Pernah juga dulu ada yang menanyakan latar belakang obsesi berlebihan terhadap kartu ATM, HP, dan KAMERA. Semua berawal dari saat mulai bayi, saya terbiasa mengajaknya kemanapun, termasuk ke mesin ATM. Di rumah, saya terbiasa mengabadikan aktifitasnya ke dalam foto atau video melalui HP, lalu memperlihatkan hasil rekaman atau foto kepada Rayhan. Atau sekedar memperdengarkan lagu-lagu berirama senang untuk anak-anak. Tanpa saya sadari, hal itu menjadi hal  paling menarik yang terekam alam otak seorang anak penyandang autis. Padahal mungkin akan biasa saja untuk anak bukan penyandang autis. Bisa jadi pula tidak menarik sama sekali bagi penyandang autis yang lain. Saya pernah membaca tentang obsesi penyandang autis terhadap SEDOTAN, MESIN CUCI, bahkan ada yang sangat terobsesi dengan semua benda yang berwarna PUTIH. Tapi sedotan, mesin cuci, atau benda warna putih ternyata  sama sekali tidak menarik bagi Rayhan.

Jangan kaget, apabila Anda bertamu ke rumah, atau kami bertemu Anda di rumah seseorang, Rayhan akan segera menyambut kedatangan Anda dengan membongkar isi tas, atau merazia saku celana Anda. Katakan "tidak" pada Rayhan untuk barang-barang pribadi, dan katakan "tolong pinjam dulu" untuk barang yang diperbolehkan dipinjam Rayhan. Mungkin Rayhan akan menangis, dan merajuk, tapi di kesempatan yang lain apabila bertemu Anda, maka barang-baranga Anda akan AMAN dari Rayhan. Paling-paling dia hanya akan melihat, dan menampakkan wajah sedih karena harus menahan keinginannya.

Konsisten dengan kata "tidak" terhadap obsesi kartu ATM, HP sudah berhasil di sekolahnya. tetapi, masih belum berhasil untuk tamu di dalam rumah kami sendiri.

---bersambung OBSESI dan PHOBIA bagian 2--
















Friday, January 6, 2012

Cerita Papa, Rayhan, dan Sepakbola


Kedekatan mereka sejak kecil tak jarang membuat saya sebagai ibu merasa iri. Mereka kadang layaknya dua orang fanatik yang bila saling bertemu histeria dan berlari memeluk. Kesukaannya pun juga sama, bermain sepakbola, melihat sepakbola secara langsung, berenang, makan ayam goreng, dan nasi goreng.

Pernah suatu hari sepulang berpetualang, kami melewati sebuah lapangan bola, yang kebetulan sedang ada pertandingan bola. Mereka berdua berhenti, dan menikmati tontonan sepakbola selama hampir dua jam. Sedangkan saya beberapa saat menyibukkan diri mengusir kebosanan. Di waktu yang lain, bermain sepakbola di halaman samping selama berjam-jam . Histeria berteriak senang, dan berlari  menggiring bola selama hampir satu jam.

Adik Rayi, Rayhan, dan adik Raka
Kostum di rumah adalah kostum bola. Saya pernah menyamakan mereka berdua dengan karakter "ucup" di sebuah serial televisi. Ucup selalu memakai kostum bola setiap hari, setiap saat. Begitu pula Rayhan. Koleksi kostum bola cuci kering pakai, bahkan pernah menunggu kostum yang belum kering, memegangnya beberapa kali berharap sudah kering dan akan segera dipakai. Sesekali, rayhan pun menjadi tata busana di rumah. Adik kembar juga harus memakai baju bola yang dipilihkan olehnya. Ada beberapa kostum favorit baginya, AIG MU milik Berbatov 9, Italia milik Toni 9, Timnas abu-abu milik Gonzales 9. Baju bola untuk adiknya pun dipilihnya Arema 9, Kuyt 9. Angka sembilan sepertinya menjadi angka kesukaannya. Bahkan, dia menggambar seekor kupu-kupu, yang diberi nomor dada 9, dan dituliskan nama di bawah angka tersebut "toni" -pemain sepakbola kesebelasan Italia-

Menariknya, Rayhan sama sekali tidak mau melihat siaran pertandingan sepakbola yang tayang di televisi. Tapi penolakan itu tidak berlaku untuk berita sepakbola. Entah apa penyebabnya, setiap ada siaran sepakbola di televisi, dia selalu ketakutan, menutup telinga dengan kedua tangan, dan terburu-buru mengganti saluran televisi. Kami masih penasaran dengan hal itu. Beberapa kali berusaha menanyakan langsung, tapi belum ada jawaban yang pasti. Jawabnya hanya "iya" untuk pertanyaan "takut?" dan berteriak histeris takut saat ada tayangan "replay". Pernah juga kami mencoba menyalakan siaran sepakbola dengan volume televisi "mute". Ternyata Rayhan tetap menolak, dan langsung mengganti saluran lagi, disertai teriakan.

ssstt..  melihat saya memasang fotonya saat bermain sepakbola, Rayhan langsung memakai sepatu bola, mengambil bola "zakumi', menggiring dan menendangnya ke arah pintu, lalu berteriak..... GOOOOOOLLLLL... !!!!!







Thursday, January 5, 2012

Renungan lima tahun terakhir, dan PR yang tidak akan pernah selesai


Saat pertama mengetik huruf di cerita ini, airmataku kembali mengalir.. mengingat hari demi hari kami lalui penuh perjuangan. Saya berhenti sejenak menekan huruf di laptop, menarik nafas panjang, dan berusaha menghentikan air mengalir dari ujung mata.

Anak pertama dan cucu pertama yang lahir tanggal 15 Desember 2006. Keluarga kami luarbiasa sukacita menyambut kelahiran seorang anak laki-laki yang kami beri nama Rayhan Satrio Maspanggalih. Harapan kami dari nama itu, Rayhan adalah seorang kesatria yang harum dan disenangi banyak orang karena selalu mempunyai pemikiran cemerlang.
 
Sejak lahir, rayhan selalu menatap setiap benda dan orang dengan waspada. Keningnya berkerut dan matanya seolah selalu mengawasi dengan teliti. Setiap kali akan mengawali tidur, butuh waktu satu hingga dua jam untuk menidurkannya. Bahkan sering terbangun selama dia tidur. Waktu berlalu hingga 18 bulan sejak kelahirannya. Perkembangan fisik dilauinya dengan baik.  Tengkurap, merangkak, duduk, dan berjalan semua sesuai waktunya. Tapi ada beberapa hal yang membuat kami gusar. Rayhan cuek, tidak empati, tidak merespon panggilan, tidak merespon gerakan-gerakan seperti melambai dada, ataupun bertepuk tangan, sering tantrum tanpa jelas sebabnya, dan tidur malam selalu jam tiga pagi. Selain itu, dia alergi terhadap beberapa jenis makanan,termasuk susu sapi. Saat itu kami menyadi, ada sesuatu yang tidak lazim pada rayhan. Ada sesuatu yang berbeda dengannya.

Kami akhirnya membawanya konsultasi ke dokter anak. Seorang dokter anak menyatakan untuk menunggu perkembangannya sampai dua tahun. Kami tidak puas dengan jawaban itu, karena kami pernah membaca tentang gangguan perkembangan anak, salah satunya autis. Akhirnya kami mencari opini kedua dari dokter anak yang lain. Begitu rayhan akan diperiksa dan hendak ditimbang di timbangan tidur, dia menolak untuk diam dan terus bergerak. Saat itu, dokter tersebut langsung menyebut bahwa rayhan autis. Saat itu, rasanya kami seperti hilang pegangan. Kaki tidak lagi berpijak di atas bumi. Dan kepala tidak lagi berteduh di bawah langit. Seolah semua indera kami tiba-tiba berhenti berfungsi. Dalam perjalanan pulang, saya menangis bercucuran air mata di atas motor yang kami kendarai.  Malam itu juga, saya memutuskan “Benar, kamu butuh pertolongan, Nak”. Meskipun tak henti kami menyangkal bahwa anak kami autis, dan anak kami baik-baik saja. Kami tetap merasa dia butuh pertolongan. Kepada siapa? Dimana? Bagaimana? Pertolongan itu kami dapatkan.

Seorang dokter menyarankan kami ke suatu tempat terapi.  Namun sebelumnya kami sudah mensurvei beberapa tempat melalui telepon. Akhirnya kami mencoba datangi tempat itu. Kami terhenyak. Ya Tuhan, apakah kami mampu menghadapinya?? Biayanya terlalu mahal, dan terlalu berat rasanya beban ini untuk kami. Kami keluar dari tempat itu dengan putus asa. Kami terus menyalahkan diri sendiri sepanjang jalan. Kami terus menerus menanyakan kepada Tuhan tentang Rayhan. Kenapa harus Rayhan? Kenapa bukan anak yang dilahirkan dari tindakan dosa? Kenapa bukan anak seorang penjahat? Tanya kami dam hati sambil menyusuri jalan. Tiba-tiba pandangan saya menatap sebuah papan bertuliskan “CINTA ANANDA SENTRA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. AUTIS. ADHD. TERLAMBAT BICARA DSB”. Saat itu, saya meminta suami untuk menghentikan motor dan berputar balik. Saya masih ingat benar, hari itu hari Sabtu dan telepon diterima langsung oleh ibu Moenadi. Akhirnya kami berhasil menemukan alamat Cinta Ananda di Tidar, yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari tempat kami menemukan papan nama itu. Luar biasa. Rayhan disambut ramah. Rayhan yang pertama disambut, dan bukan kami, orangtuanya. Itu hal pertama yang membuat kami terkesan. Kami berdiskusi, dan kami menceritakan pengalaman kami sebelumnya. Dan ibu Moenadi meneteskan airmata. Orang pertama yang ikut merasakan beban kami saat itu. Kami merasa sangat empati. Kami merasa ada orang lain yang mengambil sebagian beban kami di pundak. Kami merasa sedikit ringan, karena ternyata ada orang lain yang memperhatikan kami di saat kami membutuhkan.

Kami sepakati Rayhan akan mulai mengikuti program terapi tepat saat usianya dua tahun. Tepat pada ulang tahunnya yang kedua. Ibu mana yang tega memberi hadiah ulang tahun kepada anaknya dengan sebuah terapi??

Pihak Cinta Ananda menyarankan kami melakukan tes laboratorium di Surabaya, dan berkonsultasi dengan seorang psikiater. Hasil tes laboratorium menunjukkan kandungan logam Rayhan jenis timbal diatas batas normal, meskipun tidak terlalu tinggi. Kami masih berprinsip. Apapun diagnosanya, Rayhan tetap butuh pertolongan. Hal itu masih menjadi sebagian bentuk harapan dan penyangkalan kami, kami belum bisa sepenuhnya menerima bahwa Rayhan penyandang autis.

Enam bulan berlalu dalam masa terapi. Perkembangan Rayhan masih belum muncul sesuai harapan. Enam bulan waktu yang dia butuhkan hanya untuk berhasil meniup api lilin. Rasanya kami dalam ambang batas putus asa. Namun, ketika kami sampaikan kekhawatiran kami kepada terapis, mereka memberi motivasi kami. Mereka meyakinkan kami, bahwa akan selalu ada harapan. Entah kapan tiba waktunya. Luar biasa. Kata-kata itu hal yang luar biasa bagi kami waktu itu.

Tepat setahun berlalu, Rayhan belum banyak perkembangan. Padahal kami sudah menjalankan diet makanan dengan ketat untuknya. Kami selalu rutin konsultasi dengan psikiater tiap tiga bulan. Kami benar-benar merasa lelah. Tiba-tiba.. Rayhan mengatakan sesuatu ketika akan membuka pintu kamar. Kami dengarkan lagi lirih.. “whhhuuukkaaaa...” saat itu tiba-tiba pula rasanya darah kami kembali mengalir. Dan serasa menguap segala kesedihan dan putus asa kami. Kami mulai bersemangat kembali. Kami rutin berdiskusi dan menanyakan kepada terapis, apa saja yang harus kami lakukan untuk membantu stimulus Rayhan di rumah. Dan, kami melakukan hal yang juga dilakukan terapis, menulis perkembangan Rayhan dari hari  ke hari. Kami melakukannya sebisa kami.

Saat ini, Rayhan berumur 5 tahun dan sudah mengikuti program terapi selama hampir tiga tahun. Perkembangan yang luar biasa, meskipun PR kami dan terapis belum selesai kami kerjakan semua untuk mendampingi Rayhan berkembang. Rayhan bersekolah di Play Group dengan baik, mengikuti terapi tanpa putus asa, dan kami memasukkan program homeschooling dalam kesehariannya. Rayhan berenang, bermain, bersepeda, membeli jajan ke warung, belanja di minimarket, membaca, menulis, berhitung, ke perpustakaan, ke mall, mengantar kue ke tetangga, melihat pertandingan sepakbola, main sepakbola, membuat miniatur konstruksi bangunan dan banyak kegiatan lainnya. Dia sangat menikmati kesehariannya. Kemanapun kami pergi dan kapanpun waktunya, kami jadikan sarana belajar yang menyenangkan baginya. Dan itu terbukti optimal membantunya lebih berkembang. Bahkan Rayhan mampu  mengikuti cukup baik saat menjadi tamu dalam sebuah acara dialog di televisi lokal. Beberapa kali dia mengikuti pameran foto. Hasil karyanya dipajang dan diliput beberapa media cetak.

Kami belajar banyak dari Cinta Ananda. Kami belajar sesuatu yang sangat mahal, bahkan tidak akan mampu kami beli dengan apapun, yaitu SEMANGAT dan TIDAK MERASA PUTUS ASA. Kami tidak akan mampu memberikan balasan yang seimbang, bahkan dengan sejuta terimakasih sekalipun. Satu hal yang akan terus kami katakan dalam hati kami, Rayhan Anak Berkebutuhan Khusus, tapi kami tidak akan menjadi Ibu dan Ayah yang Berkebutuhan Khusus pula. Kami akan belajar menjadi orang tua yang istimewa. Tanpa Rayhan, kami hanya akan menjadi orangtua yang biasa-biasa saja. Yang hanya melakukan pekerjaan rumahan yang bahkan bisa dikerjakan oleh orang tanpa pendidikan. Tanpa Rayhan, kami tidak akan belajar, tidak akan banyak baca buku, tidak akan repot-repot membuat menu baru, tidak akan pusing membuat program kegiatan setiap minggu, tidak perlu menulis jurnal setiap hari, dan tidak akan mengenal banyak orang hebat seperti Pak Lukman di Sekolah Dolan, eyang Wiwiek Joewono, Kak Acun, Al Hijrah.

Terimakasih ya Allah, Kau anugerahkan anak istimewa yang akan membuka peluang kami menjadi istimewa.
Terimakasih anakku, Rayhan. Terimakasih Suamiku, kau dampingi anakmu penuh kebanggaan.

PR  kami sebagai orangtua belum selesai, dan tidak akan pernah selesai.


 
Mas rayhan sholat jumat dgn papa

Tiga Tahun Terapi

Tepat setelah tiga tahun terapi.. akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan program terapi mas rayhan di rumah. Tentu saja setelah diskusi panjang lebar dengan suami dan tentunya dengan kemantapan hati, Keputusan ini bahkan kami buat setelah kami diskusi dengan rayhan, karena dia pun berhak memberi pendapat. Bismillah.. akan kami lanjutkan sendiri mulai bulan Maret 2012. Langkah pertama yang kami tempuh adalah mengurangi jadwal terapi di sekolah khusus menjadi dua kali seminggu (sebelumnya tiga kali seminggu).

Minggu ini adalah minggu pertama Rayhan mengikuti terapi dua minggu sekali. Tidak terlihat perubahan (kemunduran) berarti, Apalagi masih dalam masa liburan. Yang berubah adalah jadwal bangun pagi yang memang sengaja saya biarkan setengah jam atau satu jam lebih lambat. kami terus memantau perkembangannya.. :)