Thursday, January 12, 2012

Wawancara ekslusif.. dengan Papa tentang Rayhan

Sebenarnya sudah agak lama saya meminta suami untuk menuliskan tentang bagaimana dia mendampingi Rayhan, tetapi dia merasa tidak cukup percaya diri untuk menuliskan perasaannya. Jadi, timbullah ide wawancara, yang saya lakukan dengan diam-diam, tanpa dia tahu, seolah-olah hanya menjadi obrolan biasa.

Waktu menulis hasil wawancara ini, saya dan Rayhan sedang berada di perpustakaan. Rayhan asik melihat-lihat buku dan majalah...
Lalu saya kembali berusaha mengingat keberanian saya menanyakan sesuatu hal kepada suami saya. Selama hampir empat tahun terakhir saya tidak punya keberanian untuk bertanya tentang perasaan, dan jauh lebih ke dalam hatinya, tentang dititipi seorang anak penyandang autis, Rayhan.

Malam kemarin, sambil jari saya mengetik, membelakangi suami saya (karena takut kami akan menangis berdua, dan wawancaranya gagal), saya tanyakan,

Bagaimana perasaan papa ketika pertama kali Rayhan divonis autis?
Dengan intonasi agak tertahan, "Pada awalnya, saya tentu saja tidak bisa menerimanya. Saya berusaha terus menyangkalnya, dan berharap penolakan saya akan menjadi sesuatu yang bersifat "positif thinking", karena dengan berfikir positif, maka anak saya akan baik-baik saja"

Lalu, bagaimana selanjutnya?
Terdiam sejenak.. "lama-lama saya tidak lagi berusaha menolak vonis tersebut, bagi saya, autis atau tidak, saya akan tetap menjadi ayah baginya, saya akan tetap menyayanginya, bagi saya autis atau tidak, sama saja"
(tanpa papa tahu karena saya duduk membelakanginya, saya berusaha menahan haru...)

Apakah pernah ada perasaan malu memiliki anak autis?
Tentu saja tidak pernah. Saya tidak pernah menyembunyikan identitas Rayhan, kepada siapapun, bahkan kepada karyawan di tempat kerja sekalipun. Saya berharap keterbukaan itu, tidak menjadikan perlakuan yang berbeda, tetapi justru mereka bisa membantu stimulus Rayhan.
Saya juga tidak keberatan mengajak Rayhan ke aktifitas saya, malah saya merasa senang. Saya berharap bisa lebih dekat, dan dia jugaa akan suka dengan kesenangan saya. Saya mengajaknya ke bengkel,  menonton pertandingan sepakbola di lapangan kecamatan, sholat Jumat, ke warung kopi, main futsal, berenang, ke mall, main badminton. Memang butuh persiapan dalam setiap aktifitas, tapi tidak masalah. Rekan-rekan saya juga bisa menerima dan memperlakukan Rayhan secara wajar, tidak dibuat-buat.

Apakah pernah merasa khawatir dengan keadaan Rayhan di masa mendatang?
Tidak sama sekali. Saya berprinsip akan melakukan yang terbaik untuk perkembangan Rayhan saat ini, nanti hasilnya akan kelihatan dengan sendirinya. Saya optimis dengan Rayhan. Tapi, saya tidak akan banyak menuntut lebih kepadanya.

Apakah bangga dengan Rayhan?
Dengan sewot dijawabnya... "Yaa  iyyaaa lah....!!"

No comments:

Post a Comment