Thursday, January 5, 2012

Renungan lima tahun terakhir, dan PR yang tidak akan pernah selesai


Saat pertama mengetik huruf di cerita ini, airmataku kembali mengalir.. mengingat hari demi hari kami lalui penuh perjuangan. Saya berhenti sejenak menekan huruf di laptop, menarik nafas panjang, dan berusaha menghentikan air mengalir dari ujung mata.

Anak pertama dan cucu pertama yang lahir tanggal 15 Desember 2006. Keluarga kami luarbiasa sukacita menyambut kelahiran seorang anak laki-laki yang kami beri nama Rayhan Satrio Maspanggalih. Harapan kami dari nama itu, Rayhan adalah seorang kesatria yang harum dan disenangi banyak orang karena selalu mempunyai pemikiran cemerlang.
 
Sejak lahir, rayhan selalu menatap setiap benda dan orang dengan waspada. Keningnya berkerut dan matanya seolah selalu mengawasi dengan teliti. Setiap kali akan mengawali tidur, butuh waktu satu hingga dua jam untuk menidurkannya. Bahkan sering terbangun selama dia tidur. Waktu berlalu hingga 18 bulan sejak kelahirannya. Perkembangan fisik dilauinya dengan baik.  Tengkurap, merangkak, duduk, dan berjalan semua sesuai waktunya. Tapi ada beberapa hal yang membuat kami gusar. Rayhan cuek, tidak empati, tidak merespon panggilan, tidak merespon gerakan-gerakan seperti melambai dada, ataupun bertepuk tangan, sering tantrum tanpa jelas sebabnya, dan tidur malam selalu jam tiga pagi. Selain itu, dia alergi terhadap beberapa jenis makanan,termasuk susu sapi. Saat itu kami menyadi, ada sesuatu yang tidak lazim pada rayhan. Ada sesuatu yang berbeda dengannya.

Kami akhirnya membawanya konsultasi ke dokter anak. Seorang dokter anak menyatakan untuk menunggu perkembangannya sampai dua tahun. Kami tidak puas dengan jawaban itu, karena kami pernah membaca tentang gangguan perkembangan anak, salah satunya autis. Akhirnya kami mencari opini kedua dari dokter anak yang lain. Begitu rayhan akan diperiksa dan hendak ditimbang di timbangan tidur, dia menolak untuk diam dan terus bergerak. Saat itu, dokter tersebut langsung menyebut bahwa rayhan autis. Saat itu, rasanya kami seperti hilang pegangan. Kaki tidak lagi berpijak di atas bumi. Dan kepala tidak lagi berteduh di bawah langit. Seolah semua indera kami tiba-tiba berhenti berfungsi. Dalam perjalanan pulang, saya menangis bercucuran air mata di atas motor yang kami kendarai.  Malam itu juga, saya memutuskan “Benar, kamu butuh pertolongan, Nak”. Meskipun tak henti kami menyangkal bahwa anak kami autis, dan anak kami baik-baik saja. Kami tetap merasa dia butuh pertolongan. Kepada siapa? Dimana? Bagaimana? Pertolongan itu kami dapatkan.

Seorang dokter menyarankan kami ke suatu tempat terapi.  Namun sebelumnya kami sudah mensurvei beberapa tempat melalui telepon. Akhirnya kami mencoba datangi tempat itu. Kami terhenyak. Ya Tuhan, apakah kami mampu menghadapinya?? Biayanya terlalu mahal, dan terlalu berat rasanya beban ini untuk kami. Kami keluar dari tempat itu dengan putus asa. Kami terus menyalahkan diri sendiri sepanjang jalan. Kami terus menerus menanyakan kepada Tuhan tentang Rayhan. Kenapa harus Rayhan? Kenapa bukan anak yang dilahirkan dari tindakan dosa? Kenapa bukan anak seorang penjahat? Tanya kami dam hati sambil menyusuri jalan. Tiba-tiba pandangan saya menatap sebuah papan bertuliskan “CINTA ANANDA SENTRA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. AUTIS. ADHD. TERLAMBAT BICARA DSB”. Saat itu, saya meminta suami untuk menghentikan motor dan berputar balik. Saya masih ingat benar, hari itu hari Sabtu dan telepon diterima langsung oleh ibu Moenadi. Akhirnya kami berhasil menemukan alamat Cinta Ananda di Tidar, yang hanya berjarak beberapa ratus meter dari tempat kami menemukan papan nama itu. Luar biasa. Rayhan disambut ramah. Rayhan yang pertama disambut, dan bukan kami, orangtuanya. Itu hal pertama yang membuat kami terkesan. Kami berdiskusi, dan kami menceritakan pengalaman kami sebelumnya. Dan ibu Moenadi meneteskan airmata. Orang pertama yang ikut merasakan beban kami saat itu. Kami merasa sangat empati. Kami merasa ada orang lain yang mengambil sebagian beban kami di pundak. Kami merasa sedikit ringan, karena ternyata ada orang lain yang memperhatikan kami di saat kami membutuhkan.

Kami sepakati Rayhan akan mulai mengikuti program terapi tepat saat usianya dua tahun. Tepat pada ulang tahunnya yang kedua. Ibu mana yang tega memberi hadiah ulang tahun kepada anaknya dengan sebuah terapi??

Pihak Cinta Ananda menyarankan kami melakukan tes laboratorium di Surabaya, dan berkonsultasi dengan seorang psikiater. Hasil tes laboratorium menunjukkan kandungan logam Rayhan jenis timbal diatas batas normal, meskipun tidak terlalu tinggi. Kami masih berprinsip. Apapun diagnosanya, Rayhan tetap butuh pertolongan. Hal itu masih menjadi sebagian bentuk harapan dan penyangkalan kami, kami belum bisa sepenuhnya menerima bahwa Rayhan penyandang autis.

Enam bulan berlalu dalam masa terapi. Perkembangan Rayhan masih belum muncul sesuai harapan. Enam bulan waktu yang dia butuhkan hanya untuk berhasil meniup api lilin. Rasanya kami dalam ambang batas putus asa. Namun, ketika kami sampaikan kekhawatiran kami kepada terapis, mereka memberi motivasi kami. Mereka meyakinkan kami, bahwa akan selalu ada harapan. Entah kapan tiba waktunya. Luar biasa. Kata-kata itu hal yang luar biasa bagi kami waktu itu.

Tepat setahun berlalu, Rayhan belum banyak perkembangan. Padahal kami sudah menjalankan diet makanan dengan ketat untuknya. Kami selalu rutin konsultasi dengan psikiater tiap tiga bulan. Kami benar-benar merasa lelah. Tiba-tiba.. Rayhan mengatakan sesuatu ketika akan membuka pintu kamar. Kami dengarkan lagi lirih.. “whhhuuukkaaaa...” saat itu tiba-tiba pula rasanya darah kami kembali mengalir. Dan serasa menguap segala kesedihan dan putus asa kami. Kami mulai bersemangat kembali. Kami rutin berdiskusi dan menanyakan kepada terapis, apa saja yang harus kami lakukan untuk membantu stimulus Rayhan di rumah. Dan, kami melakukan hal yang juga dilakukan terapis, menulis perkembangan Rayhan dari hari  ke hari. Kami melakukannya sebisa kami.

Saat ini, Rayhan berumur 5 tahun dan sudah mengikuti program terapi selama hampir tiga tahun. Perkembangan yang luar biasa, meskipun PR kami dan terapis belum selesai kami kerjakan semua untuk mendampingi Rayhan berkembang. Rayhan bersekolah di Play Group dengan baik, mengikuti terapi tanpa putus asa, dan kami memasukkan program homeschooling dalam kesehariannya. Rayhan berenang, bermain, bersepeda, membeli jajan ke warung, belanja di minimarket, membaca, menulis, berhitung, ke perpustakaan, ke mall, mengantar kue ke tetangga, melihat pertandingan sepakbola, main sepakbola, membuat miniatur konstruksi bangunan dan banyak kegiatan lainnya. Dia sangat menikmati kesehariannya. Kemanapun kami pergi dan kapanpun waktunya, kami jadikan sarana belajar yang menyenangkan baginya. Dan itu terbukti optimal membantunya lebih berkembang. Bahkan Rayhan mampu  mengikuti cukup baik saat menjadi tamu dalam sebuah acara dialog di televisi lokal. Beberapa kali dia mengikuti pameran foto. Hasil karyanya dipajang dan diliput beberapa media cetak.

Kami belajar banyak dari Cinta Ananda. Kami belajar sesuatu yang sangat mahal, bahkan tidak akan mampu kami beli dengan apapun, yaitu SEMANGAT dan TIDAK MERASA PUTUS ASA. Kami tidak akan mampu memberikan balasan yang seimbang, bahkan dengan sejuta terimakasih sekalipun. Satu hal yang akan terus kami katakan dalam hati kami, Rayhan Anak Berkebutuhan Khusus, tapi kami tidak akan menjadi Ibu dan Ayah yang Berkebutuhan Khusus pula. Kami akan belajar menjadi orang tua yang istimewa. Tanpa Rayhan, kami hanya akan menjadi orangtua yang biasa-biasa saja. Yang hanya melakukan pekerjaan rumahan yang bahkan bisa dikerjakan oleh orang tanpa pendidikan. Tanpa Rayhan, kami tidak akan belajar, tidak akan banyak baca buku, tidak akan repot-repot membuat menu baru, tidak akan pusing membuat program kegiatan setiap minggu, tidak perlu menulis jurnal setiap hari, dan tidak akan mengenal banyak orang hebat seperti Pak Lukman di Sekolah Dolan, eyang Wiwiek Joewono, Kak Acun, Al Hijrah.

Terimakasih ya Allah, Kau anugerahkan anak istimewa yang akan membuka peluang kami menjadi istimewa.
Terimakasih anakku, Rayhan. Terimakasih Suamiku, kau dampingi anakmu penuh kebanggaan.

PR  kami sebagai orangtua belum selesai, dan tidak akan pernah selesai.


 
Mas rayhan sholat jumat dgn papa

6 comments:

  1. sangat inspiratif mbak, insyaAllah rayhan dan mbak nihan sekeluarga mendapatkan yang terbaik dari semuanya dan akan senantiasa diberi kesabaran. insyaAllah keajaiban itu akan selalu ada mbak, jangan pernah berhenti berharap dan tawakkal yak

    ReplyDelete
  2. Replies
    1. Salam kenal bunda nihan..saya sudah membaca semua postinganya sangat bermanfaat sekali buat saya

      Saya mempunyai putra umur 2,5 tahun sampai saat ini belum bisa bicara dan mempuyai perilaku seperti rayhan, saya belum tahu anak saya termasuk autis atau bukan..pernah saya periksakan ke dokter anak tapi kurang cocok karena cuma diperiksa sebentar dan dikasi obat yang isinya ritalin,dll, putra saya menjadi semakin hiperaktiv dan tidak bisa tidur.

      semenjak berhenti kerja saya buatkan susu kedelai, alhamdulillah hiperaktivnya bekurang dan BABnya menjadi lancar padahal sebelum minum susu kedelai BABnya susah sekali.

      Mohon infonya bunda dimana saya bisa memeriksakan anak saya baik dokter anak maupun psikolog karena lokasi saya juga di malang. saya sangat berterimakasih sekali bila bunda mau membantu. Oya, bila bunda berkenan ini alamat email saya : intan.zakiku@yahoo.com.
      Maaf komentarnya panjang sekali..Terimakasih Banyak

      Delete
    2. bunda intan... salam kenal juga. Waaah senangnya bertambah teman lagi. Saya tinggal di Sengkaling, dan maaf baru reply, saya nggak ngeh kalau ada komen. saya bantu bu, di malang saya biasanya ke psikolog bu Jean, nomor telpon beliau saya kirim inbox ya. Bisa add fb saya juga Nihan Werdi Sesulih atau twitter @NingNihan, atau bisa sms saya 081235008835, atau pin BB 27655A8A. Semoga bermanfaat

      Delete
  3. Bisa minta infonya tk raihan di mn?

    ReplyDelete