Wednesday, June 11, 2014

Hari Autis di ruang UGD, April 2013

Tahun lalu, di bulan April, 14 April 2013. Saat mengantar Rayhan, Raka dan Rayi ke hotel Gajahmada Malang untuk mengikuti pentas seni peringatan hari Autis. Sesampainya di tempat parkir, tiba-tiba saya limbung, terasa kesemutan di seluruh tubuh. Apapun yang saya pandang serasa bergoyang, dan seluruh tubuh kaku. Tangan kanan dan kiri tak lagi bisa saya gerakkan. Lidah terasa kaku, meskipun saya masihbisa bicara tak jelas dan meminta tolong seseorang mengantar ke Rumah Sakit terdekat. Maka masuklah saya ke UGD, padahal hari itu, saya memakai gaun paling bagus dan rapi untuk bisa melihat anak-anakku tampil. Tapi gaun itu kupakai di ruang UGD Rumah Sakit.
Sebenarnya sudah yang kesekian kali saya mengalami gejala ini. Tiba-tiba fokus mata bikin pusing karena serasa zoom out-zoom in, lalu berjalan sempoyongan karena serasa tanah tak lagi diam. Diakhiri dengan muntah-muntah. Mungkin sudah yang keempat aatau kelima kali atau lebih sejak pertengahan tahun 2012 sampai akhir Maret 2013. Semua kuabaikan ketika setelah tidur kondisiku membaik. Ah, paling karena tekanan darah naik akibat kecapekan. Tanpa mencari tahu sebab tekanan darah itu naik kenapa, selain hanya dugaan adanya faktor genetis dari orangtua, dan kakek nenek.
Di ruang UGD itu, kondisi saya segera membaik, tangan kembali lemas dan normal, kepala tak lagi pusing, dan kesemutan hilang. Saya meminta suami kembali ke hotel yang berjarak hanya 400 meter dari rumah sakit, untuk kembali menemani ketiga anakku yang kutitipkan disana. Diagnosanya TIA... alias stroke ringan. Tapi dokter mengatakan kekurangan oksigen.. (ah sama saja... stroke ringan akibat kurangnya asupan oksigen di otak). Sore harinya, setelah hasil lab keluar dan semuanya normal termasuk jantung... saya diperbolehkan pulang. Ahh... aku akan segera bertemu anak-anak lagi... 
Bertemu mereka setelah dari ruang UGD begitu dramatis... Saya membayangkan bagaimana jika hari itu saya lumpuh, jika hari itu saya pulang padaNya. Keesokan harinya saya kembali kontrol, dan dinyatakan sudah pulih. Meski masih terasa sedikit lemas dan ada yang aneh di kepala, saya kembali beraktifita rutin mengantar jemput anak-anak dan menemaninya sehari-hari.
24 April 2013. Jam 13.30. Saat menemani anak tidur.. dan setelah mereka lelap, saya tak bisa tidur dan membaca berita lewat internet HP. Tiba-tiba pandangan kembali zoom in-zoom out... dan saya kembali mengalami vertigo dan muntah-muntah hebat. Tak ada orang lain di rumah selain anak-anak. Saya limbung dan panik dan lalu berusaha menenangkan diri. Kemudian menelepon pak RT yang kebetulan juga seorang dokter. Saat diperiksa, tensi bawah kembali naik, dan saya disarankan masuk RS lagi. Kali ini, saya minta CT scan, dan ditemukan ada bekas memar di otak bagian kiri, diduga akibat benturan. Ya Allah, benturan ini... saya baru menyadari.. saya mengalami benturan pada bulan Mei 2012, saat kecelakaan bus yangsaya tumpangi hingga bus berguling dua kali. Luka memang tidak parah, hanya memar di mata kanan dan jahitan di pelipis saja. Tidak ada keluhan pusing dan muntah waktu itu. Namun sejak itu, saya sering tiba-tiba pusing dan muntah.
Hal yang paling membuat saya merasa down, merasa sangat menyesal adalah.. bagaimana saya bisa mendampingi anak-anak saya jika sakit seperti ini. Bagaimana Rayhan, Raka dan Rayi.. ??Selama ini saya yang bertanggung jawab pada mereka. Saya menangis setiap waktu di rumah sakit, sampai dokter mengira saya mengalami tekanan psikis. Saya rindu sekali mengantar anak-anak sekolah, memandikannya, menemaninya main, membolehkan mereka bertiga naik ke punggung saya.
Empat hari dirawat, saya diperbolehkanpulang dan rawat jalan. Di rumah, tak serta merta tubuh saya langsung pulih. Kepala dan leher masih begitu berat untuk digerakkan kanan kiri atas bawah. Kalau menoleh saya harus pelan-pelan, karena serasa ada efek berseluncur jika terlalu cepat.
Saat itulah saat paling rendah dalam mental saya sebagai ibu. Saya tak bisa melakukan apapun selain hanya melihat anak-anak main. Mereka minta gendong saya tak mampu. Mereka minta main saya tak bisa. Mereka minta minum saya suruh ambil sendiri. Padahal waktu itu kembar belum sepandai dan semandiri sekarang. Anak-anak tak sekolah, sampai Rayhan protes dan nangis minta sekolah. Akhirnya saya minta bantuan seorang teman baik untuk membantu Rayhan sekolah. Tak mudah mencari yang cocok dan sabar dan faham bagaimana menghadapi Rayhan. Saya merasa tak berguna sama sekali sampai sempat menangis selama dua hari dan terduduk lesu tanpa mau makan. Saya tanya pas Allah, Yaa Allah kapan saya sembuh? Kenapa saya tak segera sembuh? Sampai seorang Ustdaz yang juga psikolog menemui saya, dan mengatakan, bahwa keihklasan saya menjalani masa sakit ini, merupakan awal kesembuhan. 
Saat itulah, saya bangkit. Saya bertekad saya akan sembuh. Beberapa minggu berikutnya, sekali dua kali saya kembali pusing dan muntah meski tak sehebat sebelumnya. Tapi, saya mulai mengenal lebih baik kondisi tubuh saya.. apa dan bagaimana saya mencegah muncullagi pusing dan muntah, padahal tekanan darah sudah normal sejak saya pulang dari RS.
Bulan Ramadhan saya bisa berpuasa. Empat hari puasa, saya kembali drop. Sehari kemudian saya tak puasa, dan puasa lagi esok harinya. Saya kembali lagi pusing tiba-tiba dan muntah-muntah. Begitu seterusnya jika saya puasa. Maka, saya bulan itu hanya puasa 10 hari, selebihnya sya tidak lagi sanggup puasa. Saya mulai bisa naik motor dengan latihan sedikit-sedikit, sampai saya bisa mengantar Rayhan dan Rayi sekolah, sementara Raka masih belum bisa terapi karena jaraknya cukup jauh.

Setelah lebaran, saya dua kali drop, tapi setelahnya kembali bisa naik motor antar jemput anak-anak sekolah. Sampai hari ini, meski kadang masih belum bisa fokus dalam penglihatan karena takut pusing, kondisi saya stabil. Alhamdulillah.. 
Betapa sombongnya saya saat sebelumnya, merasa orang yang paling bisa, yang paling bertanggungjawab pada anak-anak. Padahal, Allahlah yang memiliki dan bertanggungjawab pada mereka. Saat ini, saya lebih rileks dalam mendampingi anak-anak saya. Saya tidak lagi begitu ngotot dan tegang dengan kesempurnaan mereka. Saya memberikan yang terbaik, tapi nasib dan takdir mereka bukan di tangan saya.
April 2013 menjadi titik balik yang paling tepat untuk saya kembali lagi di garis start.

No comments:

Post a Comment