Pada tanggal 26 Oktober 2011, saya dan Rayhan diundang untuk menjadi tamu dalam acara dialog keluarga, di sebuah televisi lokal kota Batu. Waktu itu, temanya tentang mendampingi dan penanganan anak hiperaktif. Kebetulan, Rayhan termasuk dalam kategori anak hiperaktif. Tentu saja saya sangat gembira... bukan hanya karena masuk TV (he he he) tapi juga, sebuah kesempatan besar untuk mas Rayhan untuk belajar tentang sebuah proses pengambilan gambar sampai sebuah tayangan TV bisa dilihat di rumah. Saya sudah tidak sabar menantikan kami ke lokasi shooting. Sehari sebelumnya, saya berusaha mengkondisikan Rayhan untuk menyiapkan diri saat pengambilan gambar. Tidak mudah menebak mood seorang anak autis. Apabila dia merasa tidak nyaman, maka perilakunya akan berubah menjadi tidak nyaman pula bagi sekelilingnya. Padahal sebenarnya perilaku itu muncul sebagai usahanya untuk menyamankan diri. Mungkin hampir sama dengan perilaku kita berjalan mondar-mandir apabila sedang bingung. Namun, tentu dengan porsi dan pengendalian yang jauh berbeda. Apalagi, mengingat program TV tersebuat akan ditayangkan secara langsung. saya sebenarnya merasa sedikit deg-degan juga... "Semoga mas Rayhan esok hari bisa tenang, sejam saja... setidaknya..."
Persiapan saya mulai dengan menonton stasiun TV yang mengundang kami di rumah. Saya menjelaskan bahwa besok kita akan melihat dan bermain ke stasiun TV tersebut. Mata Rayhan berbinar mendengar penjelasan saya, meskipun dengan bahasa yang singkat yang dia mengerti. Tidak lupa, saya jelaskan logo TV yang ada di pojok layar kaca kami. Kebetulan Rayhan sudah bisa membaca, jadi tidak sulit baginya mengenali huruf di logo TV tersebut. Tidur cukup dan tidak terlalu malam, mood saya jaga supaya senang, makanan kesukaan juga saya sediakan, dan hampir semua hal yang tidak disukainya saya hindarkan. Juga baju yang saya siapkan adalah baju yang disukainya. dan.... sssssttttt... saya menyiapkan jimat "senjata pamungkas", yang akan saya keluarkan bila Rayhan mulai bosan (rahasia ya...???).



Yang berbeda pada kesempatan kedua, program diawali dengan memasak menu spesial berbahan strawberry, dan juga mengundang seorang remaja penyandang autis yang telah bersekolah di sebuah SMK. Saya sangat tertarik dengan ide ini, karena ingin sekali melihat reaksi dan interaksi apabila dua penyandang autis yang berbeda usia 11 tahun duduk bersama.
Mas Rayhan justru sangat tertarik dengan Chef yang menyiapkan bahan-bahan memasak. Dia menyentuh satu persatu bahan, paprika, bawang bombay, tomat, dan strawberry. Kemudian dicium-cium semua bahannya satu persatu. Dia sangat tertarik dengan strawberry, karena selama ini belum pernah memegang langsung buah strawberry lengkap dengan daunnya. Tiba-tiba dia memakannya (he he he...) segigit, lalu segigit lagi... sampai habis... Lho kok ngambil lagi (he he he...). "Sudah mas, silahkan duduk di kursi.." kataku.. khawatir nanti tidak jadi memasak karena strawberrynya dihabiskan mas Rayhan. Bagi saya, peristiwa memakan buah strawberry ini merupak PRESTASI HEBAT untuk mas Rayhan, mengingat dia sangat membatasi buah yang dimakan, dipilih dan selalu menolak jenis buah yang baru dikenalnya (baca OBSESI DAN PHOBIA: TUMBUHAN dan BUAH).
Proses belajar dilanjutkan dengan bertemu dengan Mbak April. seorang penyandang autis yang telah bersekolah di sebuah SMK Negeri, dengan prestasi di bidang animasi yang hebat. Rayhan duduk di kursi sebelahnya, lalu saya mengeluarkan semua bekal kami, mainan, lego, buku, majalah, camilan (kacang atom) dan minuman sari jeruk. Ternyata justru Mbak April tertarik dengan semua bekal kami. Mbak April langsung membuat sebuah istana dari lego, dan membaca majalah yang kami bawa. dan, hebatnya mereka berdua, mereka bisa berbagi dan bergantian. Sesi satu berlangsung dengan tenang, mas Rayhan cukup nyaman dan tenang selama pengambilan gambar. Hanya sesekali dia berjalan ke arah chef dan minta jatah strawberry lagi (he he he). Meskipun pertanyaan dari host belum mampu dijawabnya dengan fokus, karena Rayhan lebih fokus ke strawberry yang sedang dimakannya.

Hari itu, shooting berakhir, dan kami pulang dengan terlebih dahulu berbelanja sekilo strawberry Grade A, yang sangat murah...
Saat penayangan dialog, baik tema "Anak Hiperaktif" maupun "Sekolah Inklusi", ada cerita dimana Papa Rayhan sempat terharu dan menangis melihat tayangan dialog. Begitupun saya, dan beberapa orang teman yang melihat tayangan tersebut.Terima Kasih nak, kau yang terbaik bagi kami, orangtuamu. Senyum untuk mas Rayhan.